Featured Article

Saturday, December 25, 2010

10 Solat ditolak Allah


Rasulullah saw juga telah bersabda yang bermaksud: "10 orang yang solatnya tidak diterima oleh Allah SWT ialah:

1. Orang lelaki yang solat sendirian tanpa membaca sesuatu.

2. Orang lelaki yang mengerjakan solat tetapi tidak mengeluarkan zakat.

3. Orang lelaki yang minum arak tanpa meninggalkannya (taubat).

4. Orang lelaki yang menjadi imam padahal orang yang menjadi makmum membencinya.

5. Anak lelaki yang melarikan diri dari rumah tanpa izin kedua ibu bapanya.

6. Orang perempuan yang suaminya marah/menegur kepadanya lalu si isteri memberontak.

7. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim serta menganiaya.

8. Orang perempuan yang tidak menutup aurat.

9. Orang yang suka makan riba.

10. Orang yang solatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar.

Khusyu


Apa itu Khusyu?

Khusyu' selama sholat sering disalahartikan oleh sebagian besar orang dengan cara menangis dan meratap. Lebih dari itu, merupakan persiapan hati selama menjalankan ibadah. Ketika hati seseorang dipenuhi dengan apa yang dikatakan dan didengarnya, maka dia akan berada dalam keadaan khusyu'.

Konsep khusyu dalam sholat adalah sangat penting:

1. Merupakan faktor penting di dalam membuat seseorang sukses di dalam hidupnya saat ini dan kemudian.
Bagaimanapun, orang-orang yang beriman, yang dapat khusyu' dalam sholatnya, adalah pemenang.
2. Merupakan suatu faktor kontribusi dalam menerima sholat.
3. Merupakan cara-cara untuk mendapatkan pahala lebih dari Allah S.W.T, semakin seseorang khusyu' dalam sholat, semakin besar pahala yang akan didapat.
4. Tanpa khusyu, hati kita tidak dapat dengan mudah dibersihkan.

Cara-cara agar dapat Khusyu':

A. Sebelum Sholat

1. Seorang muslim harus mengetahui Tuhan-nya dengan sangat. Mengetahui kepada siapa dia menyembah akan membuatnya menjadi penyembah yang lebih baik. Memiliki pengetahuan yang jelas dan otentik tentang Allah akan meningkatkan Cinta-Nya di hati kita. Sebagai konsekuensi, keimanan kita akan bertambah.
2. Hindari melakukan dosa-dosa besar dan kecil akan sangat membantu agar khusyu, karena hati akan menjadi lebih mendalami firman-firman Allah selama dan setelah Sholat.
3. Membaca Al-Qur'an lebih sering dan konsisten akan melembutkan hati dan mempersiapkan agar khusyu'. Hati yang keras tidak akan dapat khusyu'.
4. Perkecil keterkaitan akan masalah-masalah dunia. Mengingat Hari Kemudian akan membantu melawan keterkaitan dengan hidup.
5. Hindari tertawa berlebihan dan argumentasi yang tidak berguna karena hal-hal tersebut akan memperkeras hati dan menjadikan kurang keinginan belajar.
6. Berhentilah bekerja begitu kamu mendengar azan. Ketika kamu mendengar panggilan untuk sholat, ulangi perkataan Mu'azin dan kemudian berdo'alah. Hal ini akan mempersiapkan diri anda untuk transisi dari bisnis (urusan) dunia dengan urusan sholat.
7. Berwudhulah seketika mendengar azan, yang akan membuat anda tidak menunda sholat. Wudhu juga dapat menjadikan kita berada di zona penyangga sebelum melaksanakan sholat.
8. Pergi ke masjid lebih cepat untuk melakukan sholat dan dilanjutkan dengan menyebut Allah akan menjadikan setan pergi dan membantu kita agar konsentrasi.
9. Waktu tunggu untuk sholat akan membantu kita berada di zona penyangga antara pikiran sebelum dan selama menjalankan sholat.

B. Selama Sholat

1. Iqomah itu sendiri merupakan tanda bagi kita untuk mempersiapkan agar lebih baik dalam melaksanakan sholat. Ingatlah saat Rasulullah berkata pada Bilal (r.a.), "Mari kita nikmati akan kenyamanan dalam sholat."
2. Ketika anda berdiri menghadap Kiblat ingatlah hal-hal berikut:
a. Mungkin itu merupakan sholat terakhir anda dalam hidup. Tidak ada garansi untuk hidup lebih lama untuk melaksanakan sholat berikutnya.
b. Anda berdiri diantara tangan Allah, Tuhan dunia. Bagaimana anda masih disibukkan dengan hal lainnya?
c. Malaikat kematian sedang mengejar anda.

3. Jangan lupa melakukan Isti'azah. Hal tersebut akan menghindarkan anda dari bisikan-bisikan setan.
4. Fokuskan mata anda pada tempat sujud. Hal ini akan membantu anda untuk lebih berkonsentrasi.
5. Ketika membaca Al-Fatihah, cobalah untuk mendengar respon dari Allah kepada anda setelah membaca setiap ayatnya. (ketika anda mengucapkan, "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin) Allah akan merespon: "Hamba-Ku memuji-Ku." dan lain-sebagainya. Perasaan berbicara kepada Allah ini akan meletakkanmu pada mood (suasana hati) yang baik akan khusyu'.
6. Memperindah bacaan Al-Qur'an akan berdampak positif pada hati anda.
7. Bacalah Al-Qur'an dengan perlahan dan usahakan untuk memahami artinya secara mendalam.
8. Direkomendasikan untuk mengganti Surah-surah yang anda baca dari waktu ke waktu untuk mengindari seperti mesin dalam membacanya.
9. Alternatif antara sunah otentik yang beragam seperti membaca do'a-do'a pembuka yang berbeda di setiap sholat.
10. Tidak diragukan lagi, memahami Bahasa Arab akan membantu anda fokus dalam memahami artinya.

11. Berinteraksilah dengan setiap ayat yang dibaca:
a. Jika anda mendengar ayat tentang Allah, besarkanlah nama-Nya dengan perkataan "Subhana Allah"
b. Jika anda mendengar ayat tentang neraka, katakanlah "A'uuthu billahi mina-n-naar".
c. Jika anda mendengar perintah untuk beristigfar, maka beristighfarlah.
d. Jika anda mendengar ayat yang memerintahkan untuk bertasbih, maka bertasbihlah.
12. Interaksi-interaksi ini akan sangat membantu anda untuk tetap fokus.
13. Saat anda bersujud, ingatlah bahwa posisi ini akan membawa anda lebih dekat kepada Allah. Gunakan kesempatan tersebut untuk berdo'a. Investasikan saat-saat tersebut untuk membaca do'a.

C. Setelah Sholat

e. Saat melakukan tasliim, beristighfarlah kepada Allah seperti saat anda melakukannya selama sholat.
f. Saat anda memuji Allah, berterimakasihlah pada-Nya dari lubuk hati anda bahwa anda mengalami pengalaman akan sholat yang indah di dalam hati anda.
Membiasakan hal ini akan membuat anda lebih siap dalam melakukan sholat berikutnya, karena anda akan selalu ingin fokus dalam sholat.
g. Satu kesempurnaan akan membawa pada kesempurnaan yang lain. Jika sekali seseorang melaksanakan sholat dengan sempurna, maka kemudian dia akan menjadikan dirinya termotivasi untuk melanjutkannya dalam level yang sama.

Semoga Allah mengisi hati kita dengan Khusyu'. Amin.

Beranilah
Bersiaplah untuk berjuang
Bertahanlah
Yakinlah bahwa Islam akan memperoleh Kemenangan.

Takutlah pada Allah dimanapun anda berada di segala waktu dan segala tempat.
Berdirilah untuk Islam bagaimanapun orang suka atau tidak suka.
Dedikasikan diri anda untuk mengubah dunia. Pergilah untuk melawan butiran-butiran (kesewenang-wenangan)
Dunia membutuhkan anda. Anda adalah komunitas terbaik bagi pertumbuhan umat manusia.

Oleh Dr. Mamdouh N Mohamed
Associate Professor pada American Open University

Sunday, December 12, 2010

Tahap Nafsu


Assalamualaikum buat sekalian pembaca..semoga sentiasa di dalam rahmat dan lindungan Allah..Insyaallah,hari ini ana berminat untuk membwa kalian menjelajah ke pembelajaran tasawwuf..Dalam kita mempelajari ilmu tasawwuf, bermakna kita sedang merungkai bagaimanakah cara untuk menyucikan hati..

ya!menyucikan hati adalah teramat sukar..tapi,apa yang paling penting kita hendaklah sentiasa berusaha untuk menyucikan hati..Dalam berusaha menyucikan hati kita seharusnya tahu dimanakah tahap-tahap atau peringkat nafsu kita agar kita bisa melwan nafsu tersebut dengan memperbanyakkan zikir..insyaallah..

jika sebelum ini ana ada menerangkan tentang 3peringkat nafsu yang biasa kita dengar dan kita pelajari di sekolah tetapi hari ini ana akan merungkai 7 peringkat nafsu dari apa yang ana belajar dan dari pembacaan..

Menurut kebanyakkan ahli sufi sebenarnya peringkat nafsu itu boleh kita bahagikan kepada 7 peringkat iaitu
1. Nafsu Amarah
2. Nafsu Lawwamah
3. Nafsu Mulhimah
4. Nafsu Muthmainnah
5. Nafsu Radhiyah
6. Nafsu Mardhiyah
7. Nafsu Kamaliyyah

Nafsu Amarah
Nafsu ammarah merupakan nafsu yang paling rendah tingkatnya dimana nafsu ini yang mengakibatkan diri selalu diselubungi keburukan dan maksiat..Orang yang berada di dalam nafsu ini akan merasa megah dengan dosa yang dilakukannya dan mereka tidak merasa terkilan terhadap dosa dan maksiat yang dilakukan..nauzubillahiminzalik..

Firman Allah di dalam surah Yusuf :53
Dan aku tidak membela diriku(dari kesalahan),kerana sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada yang buruk kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku Pengampun dan Penyayang..

Nafsu Lawwamah

Nafsu Lawwamah pula meningkat sedikit tahapnya daripada nafsu amarah. Andai pada nafsu amarah tadi ia berasa bangga dengan dosa dan kesilapan yang dilakukan sebaliknya nafsu pada tahap ini pula akan merasa terkilan dan kesal dengan keterlanjuran dosa dan maksiat yang dilakukan serta kekurangannya menunaikan kewajipan..

Di dalam dirinya terasa seperti ada sesuatu yang mencelanya.Tetapi dengan adanya suara celaan dari dalam diri itu menunjukkan ia masih hidup. Ringkasnya bolehlah kita analogikan orang yang mempnuyai nafsu lawwamah ini ialah orang yang mempunyai penyakit dalam hatinya tetapi masih belum parah..

Firman Allah di dalam surah Al-Qiamah :2
Dan aku bersumpah dengan nafsu yang mencela(nafsu lawwamah)

Nafsu Mulhimah

Bagi tingkat nafsu mulhimah pula sesetengah ulama tidak memasukkan tahap ini dalam peringkat nafsu yang dilalui dalam diri manusia. Tetapi ramai juga dari kalangan ulama terutama ahli sufi yang memasukkan peringkat ini seperti yang disyariatkann di dalam al-Quran,yang bermaksud

“Maka diilhamkan kepadanya jalan yang membawa kepada kejahatan dan ketaqwaan

Surah As-Syams:8

Nas diatas pada ammya menjelaskan manusia boleh menerima suatu saranan di dalam dirinya sama ada berunsur kejahatan atau kebaikan. Ini juga menunjukkan diri seseorang sentiasa diilhamkan dua unsur iaitu kejahatan dan kebaikan.

Berdasarkan nas dan sejarah hidup manusia sepanjang zaman membuktikan di dalam diri manusia ada satu daripada dua unsur itu seperti suatu alat yang dapat mengesan suara dari alam ghoib. Fenomena ini adalah reality yang diakui tetapi diragui. Dalam bidang ilmu, fenomena ini diejaki oleh ahli psikologi.
Pelbagai pendapat dan istilah dikemukakan, namun semua kajian meyakini fenomena terbabit sekalipun berbeza dari segi penaksiranyya.

Nafsu Muthmainnah

Nafsu ditahap ini adalah lebih sempurna dimana ia merupakan suatu usaha menyucikan (tazkiyah) dan melakukan jihad(mujahadah) terhadap nafsunya. Hasil dari jihad nafsu yang tabiatnya sentiasa bergelora dan membara tanpa ada batas kepuasan, berpandukan syariat Allah dan jauh daripada maksiat zahir dan batin akhirnya menjadikan diri mencapai ketenangan..

Peringkat ini tidak dapat dirasakan melainkan selepas diri merasakan damai terhadap hokum Allah dan manhajnya, ketentuan qada’ dan qadar, mengingati Allah dan khusyuk dalam ibadah..Malah diri tenang menghadapi konsep kehambaan diri kepada Allah sentiasa kembali kepada Allah dan hatinya pula sejahtera daripada sebarang penyakit.
Selain itu diri dalam peringkat ini juga akan mudah terasa dengan kesalahan dan dosa manakala ukuran dan timbangan terhdap sesuatu amal kebajikan semakin cermat. Kedamaiannya dinikmati oleh diri dan orang disekelilingnya bahkan kadangkala menjadi penaung kepaa mereka yang diburu kerisuan dan keresahan hiup. Diri di peringkat inilah yang mendapat panggilan Ilahi sebagai hamba-Ku dan tentunya akan mendapat ganjaran syurga Allah.

Firman Allah dalam Surah Al-Fajr : 27-30

Wahai orang yang mempunyai jiwa yang sentiasa tenang tetap dengan kepercayaan baiknya, kembalilah kepada Tuhanmu dgn engkau berpuas hati(dgn nikmat yang diberi) lagi diredhoi!Serta masuklah engkau dalam kumpulan hamba-hambaku yang berbahagia dan masuklah ke dalam syurga.

Nafsu Rhodiyah

Nafsu rhodiyah ini nafsu dalam diri orang yang dapat mendiamkan syaitan dari dalam dirinya. Allah menurunkan ketenangan ke dalam hatinya. Diri akan menghayati sifat redho dan menjadi maqamnya namun diri masih bimbang dan berasa belum diterima Allah.

Nafsu Mardiyah

Bagi mereka yang mempunyai tahap nafsu mardhiyah orang ini kini berada di tahap dirinya diredhoi Allah. Diri ditahap ini dapat merasakan maqamnya diterima Allah. Tetapi rasaan ini bukanlah dibuat-buat dan sekadar satu dakwaan sedangkan sebenarnya tidak ada pada dirinya.Rasaan ini adalah pemberian Allah sebagai busyra(khabar gembira) dari Allah kepada hambanya yang diredhoi hidupnya ketika di dunia.

Nafsu Kamaliyah

Nafsu kamaliyah merupakan tingkat nafsu yang terakhir dan tertinggi. Nafsu ini digelar nafsu kamaliyah yang membawa maksud nafsu yang sempurna..Tak banyak yang dapat ana huraikan tentang nafsu kamaliyah tapi cukuplah untuk kita tahu bahawa untuk mencapai tahap nafsu kamaliyah ini maka kita harus bisa menempuh enam yang sebelumnya.

Thursday, December 2, 2010

Ketenangan jiwa yang sebenarnya


BERBAGAI cara dan bentuk usaha manusia dalam mencari ketenangan jiwa. Ada antara mereka yang mencari ketenangan jiwa itu dengan melancong, makan angin, bersukan, merekaseni melukis dan sebagainya.

Ada pula sebilangan orang mendapat kelapangan hati dan terhibur dengan cara bergaul dengan manusia, berinteraksi sesama mereka serta melihat keindahan alam. Ada juga yang mencari ketenangan jiwa itu dengan beribadat seperti membaca Al-Qur‘an, berzikir, bersembahyang dan sebagainya.

Tanpa ketenangan jiwa manusia akan menghadapi banyak risiko bahkan ia akan mendatangkan penyakit jiwa seperti rungsing, resah gelisah dan yang lebih parah lagi kemungkinan besar boleh menyebabkan seseorang itu tidak dapat membuat pertimbangan.

Dalam mencari ketenangan jiwa seseorang itu hendaklah berpandukan syarak supaya ia jangan terbabas. Ketenangan jika dengan melalui permainan, bersuka ria, dengan lagu-lagu, muzik, tari menari, berpesta karaoke atau seumpamanya hanyalah bersifat sementara, bahkan akibatnya akan bertambah-tambah parah. Hanya masa sahaja yang akan menentukannya.

Sudah menjadi fitrah manusia suka berhibur dengan kesenangan dunia seperti bersenang-senang dengan kemewahan, harta benda, anak pinak, bermain, makan minum, pakai dan sebagainya. Bahkan kehidupan dunia juga merupakan pentas permainan dan hiburan bagi manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :

“Dan tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan”.

(Surah Al-An‘am: 32)

FirmanNya lagi yang tafsirnya :

“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaanNya dan rahmatNya, bahawa Dia menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki) isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikanNya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan”.

(Surah Al-Ruum: 21)

Dengan adanya ketenangan jiwa akan memudahkan seseorang itu mengingati Allah dan melakukan ibadat kepadaNya kerana tujuan asal manusia itu diciptakan ialah untuk sentiasa menyembah Allah Subahanahu wa Ta‘ala. Hal ini ditegaskan oleh Allah Subahanahu wa Ta‘ala dalam Al-Qur‘an yang tafsirnya :

“Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepadaKu”

(Surah Al-Zariat: 56)

Sebagai orang Islam kita hendaklah memahami jalan-jalan yang mesti diikuti dalam mencari hiburan. Al-Qur‘an ada megingatkan kita bahawa orang yang mengutamakan perkara-perkara yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan, yang menyesatkan dirinya dan menyesatkan orang lain akan mendapat azab yang menghinakan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :

“Dan ada di antara manusia: orang yang memilih serta membelanjakan hartanya kepada cerita-cerita dan perkara-perkara hiburan yang melalaikan; yang berakibat menyesatkan (dirinya dan orang ramai) dari agama Allah dengan tidak berdasarkan sebarang pengetahuan; dan ada pula orang yang menjadikan agama Allah itu sebagai ejek-ejekan; merekalah orang-orang yang akan beroleh azab yang menghinakan”.

(Surah Luqman: 6)

Sifat suka kepada hiburan atau permainan yang melalaikan itu adalah antara paradigma orang bukan Islam. Ini digambarkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :

“(Orang-orang kafir itu ialah) orang-orang yang menjadikan perkara-perkara ugama mereka sebagai hiburan yang melalaikan dan permainan, dan orang-orang yang telah terpedaya dengan kehidupan dunia (segala kemewahannya dan kelazatannya)”.

(Surah Al-A‘raf: 51)

Orang bukan Islam itu lebih menyukai hiburan dunia yang bertapak semata-mata pada nafsu kerana dunia adalah matlamat hidup mereka seperti juga yang digambarkan oleh Al-Qur‘an yang tafsirnya :

“Dan tentulah mereka akan berkata pula: “Tiadalah hidup yang lain selain dari hidup kita di dunia ini, dan tiadalah kita akan dibangkitkan semula sesudah kita mati”.”

(Surah Al-An‘am: 29)

Sifat hiburan yang mereka sukai itu bukan sahaja melalaikan dan mempesonakan, bahkan lebih banyak membawa kepada perkara-perkara maksiat dan mungkar yang terang-terang menentang kehendak hukum syarak. Apa yang lebih menyedihkan hiburan sedemikian turut menjadi ikutan dan sajian orang-orang Islam yang sepatutnya menolak segala unsur-unsur mungkar dan maksiat itu. Mereka turut terkeliru dengan pujuk rayu orang-orang yang bukan Islam yang mempamerkan hiburan-hiburan palsu sebagai jalan untuk menenangkan jiwa. Namun ketenangan itu cuma seketika, selepas itu kesusahan akan datang kerana ia bertunjangkan fantasi, angan-angan dan khayalan semata.

Inilah persepsi yang difahami oleh sebahagian masyarakat sekarang. Sedangkan maksud hiburan itu sendiri lebih luas .

HIBURAN YANG DIANJURKAN ISLAM

Hiburan sejati ialah hiburan yang bertapak di hati. Ia boleh membawa hati yang tenang. Syarat bagi ketenangan hati itu ialah dengan mengisi keperluan asasinya iaitu iman. Firman Allah Subhanahu wa ta‘ala dalam Al-Qur‘an yang tafsirnya :

“Orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikir kepada Allah. Ketahuilah! Dengan zikir kepada Allah itu, tenang tenteramlah hati manusia”.

(Surah Al-Ra‘ad: 28)

Oleh itu orang yang beriman akan mendapat hiburan dengan cara berhubung dengan Allah dengan melaksanakan perintah, kewajipan, melakukan perkara-perkara yang disunatkan seperti zikir, puasa, sedekah dan lain-lain seumpamanya, berinteraksi dengan alam ciptaan Allah, dan menerima segala ketentuan daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Apabila melaksanakan perintah Allah, mereka terhibur kerana merasakan perintah itu datang daripada kekasihnya. Kalau yang menyuruh itu kekasih, tidak ada yang disusahkan bahkan kegembiraan yang akhirnya membawa ketenangan. Mereka rasa seronok dan terhibur dengan ibadah tersebut.

Orang mukmin juga rasa terhibur dengan warna kehidupan yang dicorakkan oleh Allah. Hatinya sentiasa bersangka baik dengan Allah, membuatkannya tidak pernah resah. Apabila diberi nikmat mereka rasa terhibur, lalu bersyukur. Diberi kesusahan, mereka terhibur, lalu bersabar. Mereka yakin dengan firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :

“(Katakanlah wahai orang-orang yang beriman: “Ugama Islam yang kami telah sebati dengannya ialah): Celupan Allah (yang mencorakkan seluruh kehidupan kami dengan corak Islam); dan siapakah yang lebih baik celupannya selain daripada Allah? (Kami tetap percayakan Allah) dan kepadaNyalah kami beribadat”.

(Surah Al-Baqarah: 138)

Orang yang beriman juga akan terhibur apabila melihat alam ciptaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Mereka merasa tenang, bahagia dan gembira melihat pantai, bukit bukau, langit, laut dan sebagainya. Melihat, mendengar dan berfikir tentang keindahan itu sudah cukup bagi mereka merasai keindahan alam dan kebesaran penciptaNya. Sifat sedemikian merupakan sifat orang-orang yang bertaqwa iaitu orang yang berusaha memelihara dirinya daripada menyalahi hukum dan undang-undang Allah Ta‘ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala tafsirnya :

“Sesungguhnya pertukaran malam dan siang silih berganti, dan pada segala yang dijadikan oleh Allah di langit dan di bumi, ada tanda-tanda (yang menunjukkan undang-undang dan peraturan Allah) kepada kaum yang mahu bertaqwa”.

(Surah Yunus: 6)

Selain itu mereka ini dapat menghayati maksud sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya:

“Sesungguhnya Allah itu indah. Dia suka keindahan”.

(Hadis riwayat Muslim )

Islam tidak menolak hiburan dari luar selama hiburan luar itu boleh menyumbang dan menyuburkan lagi hiburan dalaman hati dengan syarat ia mematuhi syariat. Alunan ayat suci Al-Qur‘an, selawat yang memuji Nabi, lagu yang menyuburkan semangat jihad, puisi atau syair yang menghaluskan rasa kehambaan kepada Tuhan, pasti akan menyuburkan lagi iman mereka. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:

“Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci Al-Qur‘an yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan berbagai cara); yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah”.

(Surah Al-Zumar: 23)

FirmanNya lagi yang tafsirnya :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementerlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah”.

(Surah Al-Anfaal: 2)

Dan firmanNya lagi yang tafsirnya :

“Iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gerun gementarlah hati mereka, dan orang-orang yang sabar terhadap kesusahan yang menimpa mereka, dan orang-orang yang mendirikan sembahyang, serta orang-orang yang mendermakan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepadanya”.

(Surah Al-Hajj: 35)

Semua ibadat jika dilaksanakan dengan penuh perhatian, pasti akan memberi ketenangan jiwa, lihat sahaja ibadat sembahyang, sekalipun merupakan suatu kewajipan orang Islam, ia juga suatu hiburan yang kekal yang menjadikan hati orang yang beriman dan bertaqwa itu terhibur dengan sembahyang kerana mereka terasa sedang berbisik-bisik, bermesra, mengadu dan merintih dengan kekasih hatinya iaitu Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahawa dengan sembahyang, hati orang beriman dan bertaqwa sudah terhibur, Baginda bersabda yang maksudnya :

“Di antara kesenangan dunia yang aku sukai ialah wanita, wangi-wangian dan penenang hatiku adalah sembahyang”.

(Hadis riwayat Al-Nasa‘ei)

Dari apa yang telah dibicarakan di atas, jelas kepada kita bahawa Islam tidak melarang umatnya untuk berhibur asalkan tidak menjejaskan kewajipan dan jauh dari segala perkara maksiat dan mungkar. Hiburan yang dilarang oleh agama Islam itu ialah segala bentuk hiburan yang melalaikan atau merugikan, apa lagi hiburan yang menjejaskan kewajipan seorang Islam. Nyanyian, karaoke, tari menari, lebih-lebih lagi tari menari yang yang bercampur lelaki dan perempuan, konsert-konsert nyanyian sekalipun atas nama “amal” tidak akan menghalang hakikatnya sebagai kegiatan yang bertentangan dengan syarak atau konsert nyanyian yang ada sekarang lebih banyak menjurus kepada tidak diredhai oleh Allah. Tujuan amal adalah kata-kata berselindung, seperti berselindung racun di sebalik makanan yang enak, akhirnya akan membunuh orang yang memakannya. Hal sedemikian telah digambarkan oleh Al-Qur‘an yang tafsirnya:

“Maka (fikirkanlah) adakah orang yang diperelokkan kepadanya amal buruknya (oleh syaitan) lalu dia memandangnya dan mempercayainya baik, (bolehkah disifatkan sebagai orang yang menjalankan peraturan yang ditetapkan Allah untuk memberi hidayah kepadanya, atau sebaliknya?)

Kerana sesungguhnya Allah menyesatkan sesiapa yang dikehendakiNya, dan Ia juga memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya”.

(Surah Faatir: 8.)

Apabila di dalamnya bercampur perkara-perkara mungkar atau maksiat maka sesuatu yang haram itu tidak akan menjadi halal hanya sekadar diselubungi dengan tujuan yang baik atau kerana cita-cita itu murni. Dalam kaedah fiqh juga menjelaskan yang maksudnya:

“Di dalam umat ini akan terjadi peristiwa di telan bumi, berubah rupa bentuk dan dilempar dengan batu, Seorang lelaki daripada kalangan kaum muslimin bertanya: “Wahai Rasulullah, bilakah terjadi peristiwa itu?” Baginda bersabda menjawab: “Apabila telah muncul penyanyi-penyanyi perempuan dan alat-alat muzik yang ditiup dan berbagai jenis minuman arak”.

(Hadis riwayat Al-Tirmizi)

Ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Zawajir telah menjelaskan bahawa orang-orang yang duduk bersama-sama orang minum arak, orang fasik dan duduk dengan ahli hiburan yang haram (seperti majlis tari menari walaupun dengan isteri sendiri), sedangkan dia berkuasa untuk menegah perkara-perkara tersebut atau berkuasa meninggalkan majlis itu adalah suatu dosa besar.

Menurut Imam Al-Qurtubi pula, sentiasa mendengar nyanyian juga boleh menyebabkan sifat bodoh dan tertolak persaksiannya (syahadah), dan yang lebih ditakuti lagi ialah menyebabkan nifaq, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya: “Nyanyian itu menumbuhkan sifat nifaq (munafiq) dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran”.

(Hadis riwayat Al-Baihaqi)

Dari itu ingatlah bahawa kehidupan dunia itu hanyalah sementara dan sebagai jalan untuk menuju kebahagiaan di akhirat. Kita perlu sentiasa waspada dan ingat bahawa Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyediakan azab bagi orang-orang yang mengutamakan kehidupan dunia semata-mata tanpa menghiraukan larangan-larangan Allah dan RasulNya bahkan lalai dan leka oleh perkara-perkara mungkar dan maksiat. Ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam firmanNya yang tafsirnya:

“Ketahuilah bahawa (yang dikatakan) kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah (bawaan hidup yang berupa semata-mata permainan dan hiburan (yang melalaikan) serta perhiasan, juga (bawaan hidup yang bertujuan) bermegah di antara kamu (dengankelebihan, kekuatan dan bangsa keturunan) serta berlumba-lumba membanyakkan hartabenda dan anak pinak; (semuanya itu terhad waktunya) samalah seperti hujan yang (menumbuhkan tanaman yang menghijau subur) menjadikan penanamnya suka dan tertarik hati kepada kesuburannya, kemudian tanaman itu bergerak segar (ke suatu masa yang tertentu), selepas itu engkau melihatnya berupa kuning; akhirnya ia menjadi hancur berkecai; dan (hendaklah diketahui lagi, bahawa) di akhirat ada azab yang berat (disediakan bagi golongan yang hanya mengutamakan kehidupan dunia), dan (ada pula) keampunan besar serta keredaan dari Allah (disediakan bagi orang-orang yang mengutamakan akhirat). Dan (ingatlah, bahawa) kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang yang terpedaya”.

(Surah Al-Hadid: 20)

Allah Subhanahu wa Ta‘ala juga mengkhabarkan, apabila umat Islam tidak berpandukan syarak dalam menjalankan segala urusan dunia dan akhiratnya, kadang-kadang timbul sangkaan baik mereka terhadap sesuatu amalnya, pada hal adalah sebaliknya. Jika ada suatu amalan itu mengandungi perkara-perkara yang tidak selaras dengan syarak, maka rosak binasalah segala amal usahanya yang mereka sangka baik itu, dan tidak akan mendapat sebarang harga pada hari kiamat kelak, bahkan mereka akan menerima kehinaan dan azab seksa yang seburuk-buruknya. Hal ini telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Mahukah kami khabarkan kepada kamu akan orang-orang yang rugi serugi-rugi amal perbuatannya? Iaitu orang-orang yang telah sia-sia amal usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahawa mereka sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan. Merekalah orang-orang yang kufur, ingkar akan ayat-ayat Tuhan mereka dan akan pertemuan denganNya; oleh itu gugurlah amal-amal mereka; maka akibatnya kami tidak akan memberi sebarang timbangan untuk menilai amal mereka pada hari kiamat nanti. (Mereka yang bersifat) demikian, balasannya neraka Jahannam, disebabkan mereka pula kufur ingkar, dan mereka pula menjadikan ayat-ayatKu dan Rasul-rasulKu sebagai ejekan”.

(Surah Al-Kahfi: 103-105)

Thursday, November 18, 2010

Takwa


“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya.”

(QS. Âli Imrân [3]: 102)



Takwa adalah salah satu perintah Allah SWT yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an (208 ayat, 226 kata) dan Al-Hadits, mengingat hal tersebut merupakan salah satu kunci untuk menggapai rahmat Allah SWT, guna menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Melalui Al-Qur`an-Nya, Allah SWT juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang bertakwa tidak hanya dapat dirasakan di akhirat kelak, tetapi buahnya dapat pula dinikmati sejak kita masih hidup. Bahkan dalam Surah Ath-Thalaq Allah SWT mengemukakan bahwa takwa merupakan solusi dari berbagai himpitan hidup yang menghimpit. Dan di akhirat kelak mereka akan memasuki surga yang luasnya seluas langit dan bumi (lihat QS. Ali Imran [3]: 133)



Pengertian Takwa

Takwa, menurut istilah, berasal dari kata waqa yaqi wiqayatan yang artinya berlindung atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa juga berarti takut.

Sedangkan menurut syara, dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin (1/290), Syeikh Utsaimin berkata, “Takwa diambil dari kata wiqayah, yaitu upaya seseorang melakukan sesuatu yang dapat melindungi dirinya dari azab Allah SWT. Dan, yang dapat menjaga seseorang dari azab Allah SWT ialah (dengan) melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”



Pentingnya Takwa Kepada Allah SWT



1. Takwa adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imra [3]:130)



2. Takwa mengundang limpahan berkah dan rahmat Allah SWT

Allah SWT berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]:96)

Dia juga berfirman, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raf [7]:156)



3. Takwa adalah kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah SWT

Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]:29)

Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]:29)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]:4&9)



4. Takwa adalah solusi

Allah SWT berfirman,

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3)

Dia juga berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:4)



5. Orang paling mulia adalah orang bertakwa

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” (Muttafaq ‘Alaihi)



Doa Memohon Takwa Kepada Allah SWT

Dari Abdullah bin Mas’ud RA, ia berkata, “Nabi SAW senantiasa berdoa dengan Allâhumma innî as’alukal hudâ wat tuqâ wal ‘afâf wal Ghinâ (Ya Allah, aku mohon pada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (dari perbuatan hina) dan kekayaan).” (HR. Muslim)



Beberapa Hadits Terkait Dengan Takwa

69. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” Mereka (sahabat) berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu (yang paling mulia) adalah Yusuf bin nabi Allah (Ya’kub) bin nabi Allah (Ishak) bin Khalîlullah (kekasih Allah) yakni Ibrahim.” Para sahabat berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah tentang keturunan Arab yang baik yang kalian tanyakan? Orang Arab yang terbaik di masa jahiliyah merupakan yang terbaik dalam Islam jika mereka memahami syariat Islam.” (Muttafaq ‘Alaihi)



70. Dari Abu Said Al-Khudriy RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan indah, dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola yang ada di dalamnya, kemudian Allah mengawasi apa yang kalian perbuat. Maka hati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita. Sesungguhnya bencana yang pertama kali timbul pada Bani Israil adalah karena wanita.’ (HR. Muslim)



72. Dari Abu Tharîf ‘Adiy bin Hâtim Ath-Thâi, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang telah bersumpah (untuk berbuat sesuatu), kemudian dia melihat bahwa apa yang disumpahkannya itu bisa membutanya lebih takwa maka hendaklah ia melakukan apa yang dilihatnya dapat membuatnya lebih bertakwa.” (HR. Muslim)



73. Dari Abu Umâmah Shuday bin ‘Ajlân Al-Bâhiliy RA, ia berkata, Saya telah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah pada Haji Wada’ (perpisahan). Beliau bersabda, “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, tegakkanlah lima salat fardhu kalian, berpuasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin-pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan-Nya pada bagian akhir dari Bab Shalat. Dia juga berkata bahwa hadis ini Hasan lagi Shahih).



? Dari Abu Dzar ra., Rasulullah saw bersabda, “Saya wasiatkan kepadamu agar: (1) senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, (2) jika kamu telah melakukan kekhilapan (kesalahan) maka bersegeralah melakukan kebaikan, (3) jangan meminta-minta dari orang banyak, (4) jangan mengemban amanah (jika merasa tidak mampu menunaikannya), dan (5) jangan menjadi qadhi (pemutus perkara) di antara dua orang yang berselisih.” (HR. Ahmad)



? Dari Abu Hurairah ra., bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin melakukan safar (perjalanan jauh), maka berilah wasiat kepadaku!” Maka Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan takbir setiap kali menaiki tanjakan.” Ketika laki-laki itu berpaling pergi, beliau berdoa, “Ya Allah, bentangkanlah bumu untuknya dab mudahkanlah perjalanannya.” (HR. Tirmidzi)



? Dari Sahal bin Sa’ad As-Saidi ra., Rasulullah saw bersabda, “Saya perintahkan kepadamu agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT, menjaga dirimu, dan jangan terlibat dengan urusan banyak.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syuabul imna; hadis ini disampaikan oleh Rasulullah saw untuk menjawab pertanyaan para shahabat yang menanyakan tentang sikap mereka kelak saat terjadi berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat; amanah dikhiananti, janji-janji tidak ditunaikan, yang baik dicampuraduk dengan yang buruk, sehingga menimbulkan sikap apatis di tengah-tengah masyarakat Maka Rasulullah saw memerintahkan mereka tetap berpengang dengan yang ma’ruf dan menghindari kemungkaran, kemudian menyebutkan tiga hal di atas).



? Dari Abu Dzar ra., ia berkata, “Saya telah mengatakan kepada Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah, sampaikanlah wasiat kepadaku!’” Maka Rasulullah bersabda, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah SWT karena ia adalah puncak setiap perkara!” Saya berkata, “Tambahkan untukku, wahai Rasulullah!” Maka beliau wasiatkan lagi, “Hendaklah kamu membaca Al-Qur`an, karena ia adalah cahaya bagimu di dunia sekaligus menjadi pusaka untukmu di langit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Pusaka: akan memberikan syafaat dan kesaksian di hadapan Allah SWT bagi orang yang membacanya).



Demikian, semoga Allah SWT menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, dengan gemar melakukan kebaikan dan berbagi manfaat satu sama lain, serta terhindar dari perkara-perkara yang dilarang. Amin, allahumma amin.... (by: M.Yusuf Shandy, Lc.)

Wednesday, November 17, 2010

Tangisan Rasulullah


Tangis Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam serupa dengan tertawanya, tidak tersedu-sedu dan tidak berteriak- teriak seperti halnya tertawanya beliau tidaklah terbahak-bahak namun kedua matanya berlinang hingga meneteskan air mata, terdengar pada dada beliau desis napasnya.

Terkadang tangisan beliau sebagai bentuk ungkapan kasih sayang terhadap orang yang meninggal atau pula sebagai ungkapan rasa kekhawatiran dan belas kasih terhadap umatnya dan kadang karena rasa takut kepada Allah atau ketika mendengar Al-Qur’an. Yang seperti itu adalah tangisan yang timbul dari rasa rindu, cinta dan pengagungan bercampur rasa takut kepada Allah.( Zadul Ma’ad 1/183.)

Abdullah bin Mas’ud menuturkan, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda:

“Bacakan (Al-Qur’an) untukku.” Lalu katakan: “Wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam, aku baca untuk engkau padahal Al-Qur’an turun kepadamu?” Beliau berkata: “Ya, Sesungguhnya saya ingin mendengarkannya dari selainku.”

Lalu aku baca surat An-Nisa’ hingga sampai ayat :

“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).

Beliau lantas berkata: “Ya cukup.” Tiba-tiba air mata beliau menetes.

Demikian pula Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah menangis ketika menyaksikan salah satunya cucunya yang nafasnya sudah mulai terputus-putus dan ketika putra beliau Ibrahim meninggal, air mata beliau menetes karena belas kasih beliau kepadanya. Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam menangis ketika meninggalnya Ustman bin Madh’un, beliau menangis ketika terjadi gerhana matahari lantas beliau shalat gerhana dan beliau nienangis dalam shalatnya, kadang pula beliau menangis di saat menunaikan shalat malam.

Diriwayatkan dari Tsabit Al-Bunaniy dari Muthorrif dari bapaknya berkata: Saya menjumpai Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam sedang dalam keadaan shalat, terdengar dalam perut beliau Al-Aziz (seperti suara air yang mendidih dalam Mirjal yaitu bejana) maksudnya beliau sedang menangis. (HR Ahmad, An-Nasa-i dan Abu Dawud serta Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dan dishahihkan oleh Al-Albani 8 AI-Fath Ar-Rabbani 4/111.)

Al-Aziz adalah rintihan dalam perut dalam arti lain suara tangis. Al-Mirjal dengan dikasroh mimnya adalah bejana yang difungsikan untuk mendidihkan air yang terbuat dari besi, kuningan atau batu. Disebutkan dalarn Al-Fath Ar-Rabbaniy : Makna ucapan tersebut adalah bahwa isi perut nabi Shalallahu’alaihi Wassallam mendidih dari sebab beliau menangis dari rasa takut kepada Allah. (Al Fath Ar Rabbani 4/111)

Terdapat dalam suatu riwayat bahwasanya beliau Shalallahu’alaihi Wassallam mengatakan : Beberapa surat telah membuatku beruban seperti surat Hud, Al-Waqi’ah, AlMursalaat, Amma Yatasa’alun dan surat Idzassyamsyu Kuwwirat. (Shahihul-Jami’ no 3723.)

Adalah bacaannya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bisa membelah hati seseorang sebagaimana tertera dalam Ash-Shahihain dari Jubair bin Muth’im, ia berkata :

Aku mendengar Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam membaca surat Ath-Thur dalam shalat maghrib, tidaklah aku mendengar suara yang paling bagus dari beliau. Dalam sebagian riwayat lain : Maka tatkala aku mendengar beliau membaca:

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka

sendiri) ?” (Ath-Thur: 35)

Lantas ia mengatakan: Hampir saja jantungku terbang.

Berkata Ibnu Katsir Ketika Jubair mendengar ayat tersebut ia masih musyrik menganut ajaran kaumnya, ia datang di saat terjadinya penebusan tawanan perang setelah perang badar. Maka cukuplah bagi kamu dengan orang yang bacaannya punya pengaruh terhadap orang yang getol kepada kekafirannya dan itulah yang menjadi sebab ia mendapatkan hidayah, oleh karena itu, sebaik-baik bacaan adalah yang muncul dari kekhusyukan hati. Thawus berkata: manusia yang paling bagus suaranya dalam membaca Al-Qur’an adalah yang mereka paling takut kepada Allah.

Dinukil dari buku : Air Mata Iman, Kisah-kisah Salafus Shaleh saat Membaca Al Qur’an, Penerbit : Qaulan Karima, Purwokerto, Judul Asli : Al-Buka’ ‘Inda Qiraatil Qur’ane

Tuesday, November 16, 2010

Tafakkur


Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berfikir tentang Dzat Allah.” Hadis hasan soheh.

Hadis itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membezakanya dari makhluk yang lain bahawa manusia adalah makhluk yang berfikir. Dengan kemampuan itulah manusia dapat meraih berbagai kemajuan, kelebihan dan kebaikan. Namun sejarah juga mencatatkan bahawa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berfikir.

Kerana itu Rasulullah saw menghendaki kita kaum muslimin untuk memiliki budaya tafakur yang akan dapat membawa kita kepada kemajuan, kelebihan, kebaikan, ketaatan, keimanan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw memberi penjelasan agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berfikir tentang Dzat Allah kerana kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berfikir tentang Dzat Alllah dapat membawa kita kepada kesesatan dan kebinasaan.

Fadhaailut Tafakkuri (Keutamaan Tafakur)

Setidaknya ada empat keutamaan tafakur, iaitu:

1. Allah memuji orang-orang yang sentiasa bertafakur dan berzikir dalam setiap situasi dan keadaan dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di surah Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahawa kemampuan akal tidak akan wujud kecuali dengan perpaduan antara zikir dan fikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahawa kesempurnaan akal bererti kesempurnaan seorang manusia, maka kita dapat memahami peranan penting zikir dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh kerana itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah sentiasa memadukan antara zikir dan fikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.”

2. Tafakur termasuk amalan yang terbaik dan dapat mengungguli ibadah. Ada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi, “Berfikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Kenapa begitu? kerana, berfikir dapat memberi manfaat-manfaat yang tidak dapat diberi oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid pernah ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab, “Tafakur.” Dengan tafakur seseorang dapat memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita dapat melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita, mengetahui tipu daya syaitan dan menyedari pujuk rayu duniawi.

3. Tafakur dapat membawa kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaklah ia memperbanyakkan tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenung perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingati nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berfikir.” (lihat Mau’idhatul Mu’minin)

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan. Ibnul Qayyim berkata, “Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berfikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini dapat menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahawasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat sampai-sampai dikatakan, ‘Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Tafakur dapat mengubah dari kelalaian menuju kesedaran dan dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari cita-cita serakah menuju zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesembuhan rohani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran dan pemahaman tentang Allah dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.” (Miftah Daris Sa’adah: 226).

Nataaijut Tafakkuri (Buah Tafakur)

1. Kita akan mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar engkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. [Ar-Ruum, 8]

2. Kita dapat membezakan mana yang bermanfaat sehingga bersemangat untuk meraihnya, mana yang berbahaya hingga berusaha mengindarinya.

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (Al-Baqarah: 219)

3. Kita dapat memiliki keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap pandangan yang berkembang.

Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Saba: 46)

4. Kita dapat memperhatikan hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri sendiri.

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir? (Al-Baqarah: 44)

5. Kita dapat memahami bahawa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana untuk membangun kebahagiaan akhirat.

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul), dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Yusuf: 109)

Dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60). [1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.

6. Kita dapat menghindari diri dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita.

Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

7. Dapat menghindari diri dari siksa neraka kerana memahami dan mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama syirik.

Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10)

Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiyaa’ : 67)

Dhawabithut Tafakkuri (Batasan Tafakur)

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahawa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, kerana seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan satu per sepuluh saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”

Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali satu ikatan saja, iaitu tafakur mengenai Dzat Allah.

Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan, menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat yang memusnahkan dan membiakkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:

1. Kedalaman ilmu
2. Konsentrasi fikiran
3. Pengurusan emosional dan rasional
4. Faktor lingkungan
5. Tahap pengetahuan tentang objek tafakur
6. Teladan dan pergaulan
7. Esensi sesuatu
8. Faktor kebiasaan

Kenapa Kita Dilarang Tafakkur Dzat Allah?

Setidaknya ada dua alasan, iaitu:

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahayaNya.

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Asy-syuuraa: 11)

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (Al-An’am: 103)

Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu dapat membayangkan keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimunti oleh sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap ghulluw (berlebihan). Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali r.a. Sebaliknya, memperlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk, dan seterusnya. Semoga kita dapat terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.

Khusyu'


Secara Lughah (Etimologi), khusyu' berarti rendah diri atau mendekati rendah diri. Menurut pengertian ini, khusyu' itu terdapat pada suara, penglihatan, ketenangan dan kerendahdirian. Sedangkan pengertian khusyu' menurut syara' (terminologi) adalah rendah diri. Rendah diri ini kadang-kadang berada dalam hati dan kadang-kadang berasal dari anggota tubuh seperti diam.


Adapun dalil yang menguatkan bahwa khusyu' itu pekerjaan hati adalah hadis Ali ra, "Khusyu' itu berada dalam hati" (HR. al-Hakim), hadis: "Sekiranya sanubari hati orang ini khusyu, niscaya anggota tubuhnya menjadi khusyu",
dan hadis do'a mohon perlindungan: "....dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari sanubari hati yang tidak khusyu."

Apakah khusyu' dalam salat itu wajib?


Dalam masalah ini, ulama berbeda pendapat. Menurut al-Ghozali khusyu' itu wajib. Beliau menguraikan argumentasinya secara panjang lebar -untuk menguatkan pendapatnya- dalam kitab 'Ihyaa' Ulumuddin'. Akan tetapi, menurut Jumhur Ulama', khusyu' itu tidak wajib. Bahkan, Imam an-
Nawawi mengklaim adanya Ijma' yang tidak mewajibkan khusyu'.

Hadis-Hadis yang Menganjurkan Seseorang agar Berlaku Khusyu' dalam Salatnya


Dari Abu Hurairah ra berkata, "
Rasulullah saw melarang seseorang meletakkan tangannya pada lambungnya"
(HR. al-Bukhari dan Muslim, sedangkan redaksi (lafal) hadis berasal dari Imam Muslim (wallafdzu li Muslimin).


Maksud dari larangan hadis tersebut adalah hendaknya seseorang tidak meletakkan tangan, baik yang kiri maupun yang kanan, pada lambungnya ketika dia sedang melakukan salat, sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar al-
Asqalani terhadap hadis tersebut.


Kemudian, apa hikmah dari larangan itu? Maka dalam hal ini Rasulullah saw menjelaskannya dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, "Bahwa hal itu adalah pekerjaan orang Yahudi dalam salat mereka" (HR. al-Bukhari). Sebab, umat Islam itu dilarang keras untuk menyerupai orang-orang Yahudi dalam semua gerak-
gerik mereka.


Dari Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "
Apabila hidangan makan malam telah disiapkan, maka mulailah menyantap makanan itu sebelum anda salat Maghrib" (HR. Bukhari dan Muslim).


Hadis tersebut menurut Jumhur Ulama' menunjukkan sunnahnya mendahulukan makan malam atas salat. Karena, hal itu akan bisa mengarahkan seseorang berkonsentrasi dalam salatnya. Bahkan, menurut ulama yang lain, agar sanubari hati itu tidak tergoda dengan makanan yang sudah tersediakan tersebut.


Di samping itu, ada beberapa atsar sahabat yang menjelaskan tentang ta'lil (sebab-
musabab) dilarangnya mendahulukan salat ketika makanan sudah dihidangkan. Di antaranya adalah atsar yang dikeluarkan oleh Ibnu Abu Syaibah dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, "Bahwa keduanya pernah sedang makan, sementara di dapur api (kompor)nya masih terdapat daging yang sedang dibakar, lalu sahabat yang melakukan adzan tersebut ingin melakukan iqamah untuk salat, tiba-
tiba Ibnu Abbas berkata kepadanya: 'Jangan terburu-
buru', kita tidak melakukan salat selama dalam hati kita masih ingat sesuatu (makanan)." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Supaya (makanan itu) tidak memalingkan perhatian kita dalam salat." Disebutkan pula dari Hasan bin Ali as bahwa dia berkata, "Makan malam sebelum salat itu bisa menghilangkan (meredam) jiwa yang suka mencela (an-
Nafs al-
Lawwaamah)." (HR. Ibnu Abu Syaibah)


Jika waktu salat tinggal sedikit, apakah disunnahkan pula mendahulukan makan atas salat?


Kesunnahan seperti itu dilakukan apabila waktu salat masing panjang. Namun, jika waktu salat tinggal sedikit, maka menurut Jumhur Ulama', dia mendahulukan salat atas makan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga waktu salat agar tidak lewat.


Kandungan Hadis


Dari hadis no. 2 di atas, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:


a. Hadirnya makanan seperti itu bisa menjadi uzur untuk meninggalkan salat jama'ah. Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa apabila hidangan makan malamnya telah disiapkan dan dia mendengar bacaan Imam dalam salat, maka dia tidak berdiri (untuk melakukan salat) sampai dia selesai makan.


b. Hal-hal selain makanan bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan makanan selama mempunyai ilat (sebab) yang sama yaitu apabila dia mengakhirkan melakukan sesuatu itu, hatinya menjadi terganggu ketika salat. Maka, sebaiknya melakukan sesuatu itu sebelum salat.


Dan di sini yang perlu diperhatikan betul adalah bahwa sesuatu itu telah diperbolehkan secara tegas bahkan dianjurkan oleh Syara' (Allah dan Rasul-Nya). Akan tetapi, apabila sesuatu itu tidak dianjurkan oleh Syara', maka mendahulukan salat lebih baik daripada melakukan atau melanjutkan sesuatu itu. Contohnya adalah menonton sinetron, berbincang-bincang dengan kawan atau kerabatnya. Karena itu, mendahulukan salat lebih baik daripada menonton sinetron atau mengobrol lebih dahulu dengan kawan atau kerabatnya, baik waktu salat tinggal sedikit atau masih panjang.


Dari Aisyah ra berkata, "saya bertanya kepada Rasulullah saw tentang menoleh dalam salat?" Kemudian Rasul saw menjawab: "
Menoleh itu adalah suatu keteledoran seseorang akibat ulah syetan dalam salat seorang hamba" (HR. al-Bukhari)


Menurut riwayat at-
Tirmidzi dan menshahihkannya: "Janganlah anda menoleh dalam salat, karena itu adalah kebinasaan (dalam agama). Apabila anda harus melakukannya, maka lakukanlah dalam salat sunnah"


Seseorang yang sedang melakukan salat, dimakruhkan menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena pada dasarnya,
dia sedang menghadap Tuhannya. Sementara itu, syetan selalu mengintip dan mencari-cari kelengahan orang itu. Jika seseorang dalam salatnya menoleh ke kiri dan ke kanan, berarti dia telah masuk perangkap syetan.


Menurut Jumhur Ulama', menoleh itu dimakruhkan, karena bisa mengurangi khusyu' salat. Namun, apabila menolehnya itu sampai memalingkan dadanya atau seluruh lehernya dari kiblat,
maka hal itu bukan lagi makruh, melainkan bisa membatalkan salat. Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Dzar, "Allah SWT selalu menghadap kepada seorang hamba dalam salatnya, selama dia tidak menoleh, apabila dia memalingkan wajahnya,
maka Allah pun 'pergi' ." (HR. Abu Dawud dan an-
Nasa'i)


Sumber: Subulus Salaam, Muhammad bin Ismail as-Shan'ani

Qiyamullail


APAKAH kehebatan bangun solat di malam hari terutama di sepertiga malam yang akhir? Sehinggakan Rasulullah sanggup melakukannya sehingga kedua-dua tapak kakinya pecah-pecah, sehinggakan juga Sallehuddin Al-Ayyubi memilih mereka yang bangun malam sebagai barisan mujahidin yang paling hadapan untuk menggempur musuh. Sehinggakan juga Umar Abd Aziz berkata: “Bagaimana mata ini dapat tertutup rapat dan tenteram sedangkan ia tak tahu di mana kelak ia akan kembali di antara dua tempat” berulang-ulang.

Saranan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:

Dari Abu Hurairah r.a “….Kekasihku Rasulullah telah berwasiat kepadaku agar aku tidak tidur sebelum solat witir.” (HR Bukhari)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu ‘anhuma katanya; Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Hai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti si Fulan itu, dulu ia suka sekali bangun bersolat di waktu malam, tetapi kini meninggalkan bangun solat waktu malam itu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Aisyah r.a katanya: “Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam itu berdiri untuk bersolat malam, sehingga pecah-pecah kedua tapak kakinya. Saya berkata kepadanya;” Mengapa Tuan mengerjakan sedemikian ini, ya Rasulullah, padahal sudah diampunkan untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang dahulu dan yang kemudian?” Baginda sallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda, “Tidakkah saya ini wajar menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Ibnu Mas’ud r.a katanya: “Ada seorang lelaki yang disebut-sebut di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, iaitu bahawa orang tersebut tidur di waktu malam sampai ke pagi – yakni tidak bangun untuk bersolat malam, lalu beliau sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “orang itu sudah dikencingi syaitan dalam kedua-dua telinganya” atau beliau sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “di telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Abu Hurairah r.a katanya;” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Syaitan itu memberikan ikatan pada hujung kepala seseorang di antara engkau semua sebanyak tiga ikatan, jikalau ia tidur. Ia membuat ketentuan pada setiap ikatan itu dengan kata-kata yang berbunyi: “Engkau memperoleh malam panjang, maka tidurlah terus!” Jikalau orang itu bangun lalu berzikir kepada Allah ta’ala maka terurailah sebuah ikatan dari dirinya, selanjutnya jikalau dia terus berwudhu’, lalu terurai pulalah ikatan satunya lagi dan seterusnya, jikalau ia bersolat, maka terurailah ikatan seluruhnya, sehingga berpagi-pagi ia telah menjadi bersemangat serta berhati gembira. Tetapi jikalau tidak sebagaimana yang tersebut di atas, maka ia berpagi-pagi menjadi orang yang berhati buruk serta pemalas.” (Muttafaqun ‘alaih).

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a bahawasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda padanya:

Solat yang paling dicintai Allah ialah solatnya Daud dan puasa yang paling dicintai Allah ialah puasanya Daud. Ia tidur separuh malam, bangun solat yang sepertiganya dan tidur seperenamnya, Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. (Muttafaqun ‘alaih)

Dari A’isyah r.a. pula bahawasanya Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam itu tidur di permulaan malam dan bangun pada akhir malam lalu bersolat. (Muttafaqun ‘alaih)

Apakah kelebihan-kelebihan itu?

* Solat Paling Afdhal Setelah Solat Fardhu

“Solat yang paling afdhal setelah solat wajib adalah qiyamullail (tahajjud).” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

* Waktu Mustajabnya Doa

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya dari sebahagian malam itu ada satu waktu yang tidak menyamai kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan sesuatu yang baik kepada Allah Ta’ala, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Demikian itu ada pada setiap malam.” (HR Muslim)

* Lebih Baik Dari Dunia dan Seisinya

Dua raka’at yang dilakukan oleh seorang hamba di tengah malam itu adalah lebih baik baginya daripada dunia ini serta seluruh isinya. (HR Adam bin Abu Iyas)

* Meningkatkan Darjat Di sisi Allah

“Dan pada sebahagian malam hari, sembahyang tahajudlah kamu sebagai satu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat terpuji.” – (Surah al-Isra, ayat 79).

Dari Abu Hurairah r.a., sabda Rasulullah lagi bermaksud: “Allah mengasihi seorang lelaki yang bangun tengah malam lalu dia mengerjakan sembahyang dan membangunkan isterinya untuk turut sama bersembahyang.

Kalau isterinya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah mengasihi seorang wanita yang bangun tengah malam untuk mengerjakan sembahyang lalu dia membangunkan suaminya untuk turut yang sama. Kalau suaminya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya.” (HR Abu Daud dengan isnad yang sahih)

* Ibadah Ahli Syurga

Firman Allah lagi dalam surah as Sajdah, ayat ke-16 dan 17 bermaksud: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, bahkan mereka menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Orang-orang yang bertaqwa itu sedikit sekali tidurnya di waktu malam. Di waktu menjelang fajar pagi, mereka itu berdoa memohonkan pengampunan dan dari sebahagian hartanya dijadikan hak yang diberikan pada yang meminta dan yang kekurangan.” [Surah Az-Dzaariyaat: 17-19]

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Hendaklah kamu semua menetapi solat malam, sebab yang demikian itu adalah perilaku orang-orang yang soleh sebelum kamu.” (HR Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Salam r.a bahawasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai sekalian manusia, ratakanlah salam, berikanlah makanan, bersolatlah di waktu malam sedang para manusia sedang tidur, maka engkau semua akan dapat memasuki syurga dengan selamat.” (HR Tirmidzi).

* Keteladanan Salafussoleh

Ibnul Qayyim Al-Jauzy melakukan solat malam, dilanjutkan dengan solat Subuh dan kemudian dilanjutkan dengan solat dhuha, setelah itu barulah beliau beranjak melakukan aktiviti-aktiviti yang lain. Lalu beliau berkata,”jika hal ini tidak aku lakukan maka sungguh sangat berat.”

Dalam riwayat Ibnu Ishaq dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah r.a. ia menceritakan; “Kami berangkat bersama Rasulullah SAW pada perang Dzatur Riqaa’. Pada kesempatan itu tertawanlah seorang wanita musyrikin. Setelah Rasulullah SAW berangkat pulang, suami wanita itu yang sebelumnya tidak ada di rumah baru saja datang. Kemudian lelaki itu bersumpah tidak akan berhenti mencari sebelum dapat mengalirkan darah para sahabat Muhammad SAW. Lalu lelaki itu keluar mengikuti jejak perjalanan Rasulullah SAW. Pada sebuah lorong di suatu lembah Rasulullah SAW bersama para sahabat berhenti. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang bersedia menjaga kita malam ini?” Jabir berkata, “Maka majulah seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar lalu keduanya menjawab, ‘Kami siap untuk berjaga ya Rasulullah’. Nabi Muhammad SAW berpesan: “Jagalah kami di mulut lorong ini.” Jabir menceritakan waktu itu, Rasulullah bersama para sahabat berhenti di lorong suatu lembah.

Ketika kedua orang sahabat itu ke ke mulut lorong, sahabat Anshar berkata pada sahabat Muhajirin, ‘Pukul berapa engkau inginkan aku berjaga, apakah permulaan malam ataukah akhir malam?’ Sahabat Muhajirin menjawab; ‘Jagalah kami di awal malam’, kemudian sahabat Muhajirin itu berbaring tidur. Sedangkan sahabat Anshar melakukan solat. Jabir berkata, datanglah lelaki musyrikin itu dan ketika mengenali sahabat Anshar, musyrikin itu mengetahui bahwa sahabat itu sedang hirasah. Kemudian orang itu memanahnya tepat mengenai diri Ansar tersebut, lalu sahabat Ansar itu mencabutnya kemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian orang musyrikin itu memanahnya lagi dan tepat mengenainya lagi, lalu sahabat itu mencabut kembali anak panah itukemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu memanah kembali sahabat Anshar tersebut dan tepat mengenai dirinya. Lalu dicabut pula anak panah itu kemudian ia rukuk dan sujud. Setelah itu ia membangunkan sahabat Muhajirin seraya berkata, ‘Duduklah kerana aku telah dilukai.’ Jabir berkata, Kemudian sahabat Muhajirin itu melompat mencari orang yang melukai sahabat Anshar itu. Ketika orang musyrikin itu melihat keduanya ia sedar bahawa dirinya telah diketahui maka ia pun melarikan diri. Ketika sahabat Muhajirin mengetahui darah yang melumuri sahabat Anshar, ia berkata, ‘Subhanallah kenapa engkau tidak membangunkan aku dari tadi?’ Sahabat Anshar menjawab, ‘Aku sedang membaca surah dan aku tidak ingin memutusnya. Namun, setelah orang itu berkali-kali memanahku barulah aku ruku’ dan memberitahukan dirimu. Demi Allah SWT kalau bukan kerana takut mengabaikan tugas penjagaan yang diperintahkan Rasulullah SAW kepadaku niscaya nafasku akan berhenti sebelum aku membatalkan solat.’

Bagaimana mudah untuk bangun solat malam?

Petua dari Imam Al-Ghazali:

1. Makan malam yang sedikit sekadar alas perut supaya tidak lapar. Jika kita makan malam yang banyak ianya akan menyebabkan kita cepat mengantuk dan susah bangun dari tidur, sudah tentu kita akan terlebih tidur pula.

2. Jangan tinggalkan tidur qailulah di siang hari.

3. Mengetahui dan menginsafi benar-benar keutamaan solat malam dengan mentadabburi selalu ayat-ayat Qur’an dan hadis-hadis serta kisah-kisah salafussoleh berkenaan dengan bangun malam.

4. Meningkatkan rasa cinta kepada Allah, rasa cinta yang sebenar-benarnya. Istiqamah dalam beribadah di waktu malam itu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kekasih-kekasih-Nya. Bersihkanlah diri dan hati daripada unsur-unsur syirik baik yang nyata atau yang tersembunyi, dan peliharalah ibadah sebelumnya, sesungguhnya seseorang yang berat beban dosanya dari amalan yang dilakukan sebelum tidurnya itu pasti memberatkannya untuk bangkit berkhalwah dengan Allah yang Maha Suci di malam hari.

Wallahu’alam-

Friday, November 12, 2010

Benarkah kita mencintaiNya ?


Ramai orang berkata ia Cinta kepada Allah Subhanahuwa Taala. Katanya itu hendaklah diuji sama ada tulen atau hanya palsu.

Ujian pertama ialah; Dia hendaklah tidak benci kepada mati kerana tidak ada orang yang enggan bertemu dengan sahabatnya. Nabi Muhammad saw bersabda;

"Siapa yang ingin melihat Allah, Allah ingin melihat dia."

Memang benar ada juga orang yang ikhlas cintanya kepada Allah berasa gentar apabila mengingat kedatangan mati sebelum ia siap membuat persediaan untuk pulang ke akhirat, tetapi jika betul-betul ikhlas adia akan bertambah rajin berusaha lagi untuk membuat persediaan itu.

Ujian kedua ialah ia mestilah bersedia mengorbankan kehendaknya untuk menurut kehendak Allah dan sedaya upaya menghampirkan diri kepada Allah dan benci kepada apa sahaja yang menjauhkan dirinya dengan Allah. Dosa yang dilakukan oleh seseorang itu bukanlah bukti ia tidak cinta kepada Allah langsung tetapi itu membuktikan yang ia tidak menyintai Allah sepenuh jiwa raganya. Fudhoil bin Iyadh seorang wali Allah berkata kepada seorang lelaki;

"Jika sesiapa bertanya kepada mu samada kamu cinta kepada Allah, hendaklah kamu diam kerana jika kamu kata: "Saya tidak cinta kepadaNya", maka kamu kafir dan jika kamu berkata, "Saya cinta", maka perbuatan kamu berlawanan dengan katamu."

Ujian yang ketiga ialah ingat kepada Allah itu mestilah sentiasa ada dalam hati manusia itu tanpa ditekan atau diusahakan benar, kerana apa yang kita cinta itu mestilah sentiasa kita ingat. Sekiranya cinta itu sempurna, ia tidak akan lupa yang dicintainya itu. Ada juga kemungkinan bahawa sementara cinta kepada Allah itu tidak mengambil tempat yang utama dalam hati seseorang itu, maka cinta kepada menyintai Allah itu mungkin mengambil tempat jua, kerana cinta itu satu perkara dan cinta kepada cinta itu adalah seperkara lain pula.

Ujian keempat kemudian menunjukkan adanya cinta kepada Allah ialah bahawa seseorang itu cinta kepada Al-Quran, iaitu Kalam Allah, dan cinta kepada Muhammad iaitu Rasul Allah. Jika cintanya benar-benar kuat, ia akan cinta kepada semua orang kerana semua manusia itu adalah hamba Allah. Bahkan cintanya meliputi semua makhluk, kerana orang yang kasih atau cinta kepada seseorang itu tentulah kasih pula kepada kerja-kerja yang dibuat oleh kekasihnya itu dan cintanya juga kepada tulisan atau karangannya.

Ujian kelima ialah ia suka duduk bersendirian untuk maksud beribadat dan ia suka malam itu lekas datang agar dapat berbicara dengan rakan atau sahabatnya tanpa ada yang menggangu. Jika ia suka berbual-bual di siang hari dan tidur di malam hari maka itu menunjukkan cintanya tidak sempurna. Allah berfirman kepada Nabi Daud,

"Janganlah terlampau karib dengan manusia, kerana ada dua jenis manusia tersingkir dari MajlisKu: iaitu mereka yang bertungkus mencari ganjaran dan menjadi pemalas apabila mereka mendapat ganjaran itu; dan mereka yang mementingkan diri mereka sendiri lalu melampaui aku. Tanda tidak redhanya aku ialah aku biarkan mereka begitu sahaja."

Pada hakikatnya, jika cinta kepada Allah itu benar-benar mengambil tempat seluruhnya didalam hati seseorang itu, maka cintanya kepada yang lain itu tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke dalam hati itu. Seorang dari Bani Israel telah menjadi kebiasaan sembahyang di malam hari.
Tetapi apabila melihat burung bernyanyian di sepohon pokok dengan merdu sekali, dia pun sembahyang di bawah pokok itu supaya dapat menikmati nyanyian burung itu. Allah menyuruh Nabi Daud pergi berjumpa dia dan berkata,

"Engkau telah mencampurkan cinta kepada nyanyian burung dengan cinta kepadaKu, Martabat engkau di kalangan Auliya' Allah telah diturunkan,"

Sebaliknya ada pula orang yang terlalu cinta kepada Allah, suatu hari sedang ia melakukan ibadatnya kepada Allah rumahnya telah terbakar, tetapi ia tidak nampak dan sedar rumahnya terbakar.

Yang keenam ialah ibadatnya menjadi senang sekali. Seorang Wali Allah ada berkata,

"Dalam tiga puluh tahun yang pertama saya melakukan sembahyang malam dengan susah payah sekali, tetapi tiga puluh yang kedua sembahyang itu menjadi seronok dan lazat pula kepada saya." Apabila cinta kepada Allah itu sempuna, maka tidak ada kesoronokan yang setandimg dngan keseronokan ibadat.

Yang ketujuh ialah orang yang cinta kepada Allah itu akan cinta kepada mereka yang taat kepada Allah dan mereka benci kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang derhaka kepada Allah. Al-Quran mnyatakan "mereka itu bersikap kasar kepada orang-orang kafir dan berkasih sayang sesama mereka sendiri." Suatu masa, Nabi bertanya kepada Allah, "Wahai Tuhan, siapakah kekasihmu?" Terdengarlah jawapan,

"Siapa yang berpegang teguh kepadaKu seperti bayi dengan ibunya, mengmbil perlindungan dengan MengingatiKu seperti burung mencari perlindungan disarangnya, dan yang marah melihat dosa seperti singa yang marah yang tidak takut kepada apa dan siapa pun."

10 Pembersih Dosa dan Pemulih Hati


Hassan al-Basri r.a. berkata: "Ketika saya berkeliling di jalan-jalan kota Bashrah dan di pasarnya dengan seorang pemuda ahli ibadah, tiba-tiba saya melihat seorang tabib yang sedang duduk di atas kerusi."

Dia dikelilingi oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak.

Di tangan mereka masing-masing terdapat gelas yang berisi air. Mereka meminta petua dan ubat untuk penyakitnya.

Kemudian, pemuda yang bersamaku maju ke depan tabib, lalu dia berkata:

"Wahai tabib, apakah kamu punya ubat yang mampu membersihkan dosa dan menyembuhkan penyakit hati? "

Kemudian, si tabib itu menjelaskan:

"Ambillah sepuluh macam ramuan:

1. Ambillah akar pohon fakir bersama akar-akar pohon tawaddhu' (kerendahan hati),
2. Campurkanlah padanya tumbuhan taubat,
3. Taruhlah ke dalam bekas keredhaan,
4. Tumbuklah dengan penumbuk qana'ah,
5. Masukkan dalam kuali taqwa,
6. Lalu tuangkanlah padanya air malu,
7. Didihkanlah dengan api mahabbah,
8. Tuangkanlah ke dalam gelas syukur,
9. Kemudian kipaslah dengan kipas harapan,
10. Lalu minum dengan sudu pujian.

Sesungguhnya jika kamu mengerjakan hal itu, maka akan menjadi ubat bagimu dari semua penyakit dan bencana di dunia dan di akhirat." - Dipetik daripada Kitab Nashaihul 'Ibad, Imam Nawawi

Sunday, August 29, 2010

Pujian. Haramkah ?


Segala puji hanya milik dan hanya bagi Allah. "Alhamdulillah", itulah kata yang senantiasa kita ucapkan untuk memuji Sang Khaliq atas limpahan karunia-Nya yang tiada berbatas. Minimal 17 kali sehari kita lafazkan kalimat itu sebagai bukti pujian kita kepada-Nya. Kata "puji" dalam kalimat tersebut sesungguhnya telah jelas menggambarkan bahwa ia menafikan segala bentuk pujian kepada selain-Nya. Faktanya, kata itu telah berubah peruntukkannya. Sebagian besar kaum Muslimin telah menggunakan berbagai macam kata pujian untuk memuji orang lain yang dikaguminya.

Dalam berbagai pertemuan keagamaan masih terdengar ucapan saling memuji di antara mereka yang hadir. Mungkin saja sekadar basa-basi, atau untuk merendahkan diri satu sama lain, atau hanya berkelakar. Ulama yang bijak biasanya segera beristighfar ketika mendengar pujian terarah kepada dirinya. Mereka tidak suka dipuji walau hanya untuk berkelakar. Karena ulama yang bijak, tahu betul guyon atau lelucon tidak ada dalam kamusnya. Apalagi berbicara hal-hal yang tak bermanfaat sama sekali!

Orang yang senang dipuji dan disanjung biasanya adalah orang yang hidupnya selalu bergelimang dosa. Paling tidak, orang yang sangat mencintai dunia. Imam al-Ghazali berkata bahwa memuji ternyata telah menjadi kebiasaan para pembesar dan penguasa yang menjadi budak dunia. Begitu pula dengan para pembuat kisah dan juru bicara, mereka suka memuji para hadirin, khususnya para hartawan. Dalam berbagai rapat formal yang digelar di negeri ini, sudah menjadi suatu pemandangan yang umum bila kita mendengar serangkaian pujian dikeluarkan oleh seseorang kepada pejabat yang hadir. Saking biasanya, telinga hadirin menjadi biasa ketika kata-kata "yang mulia," atau "yang kami banggakan," keluar dari mulut si pembicara.

Maksudnya untuk menghormati si tamu, atau bisa jadi untuk mengambil hati atau mencari muka agar dirinya dapat memperoleh promosi jabatan. Yang lebih celaka ketika saudara-saudara Muslim kita ramai-ramai memuji, mengusung, dan menyanjung kemaksiatan di pentas hiburan tanpa tedeng aling-aling. Demi fulus, popularitas dan atas nama kebebasan berekspresi, mereka sesungguhnya telah menjerumuskan saudaranya, artis yang berwajah lugu itu (atau berlagak lugu) ke dalam jurang kemaksiatan yang dalam. Na'uudzu billahi mindzaliik!

Saudaraku, para sahabat sangat membenci pujian. Mereka akan sangat marah kepada siapa saja yang melontarkan pujian walau jujur dan apa adanya. Mereka lebih senang mendapatkan kritikan pedas sekali pun mereka termasuk orang-orang yang berperilaku bersih. Sahabat 'Umar bin Khaththab ra suatu ketika pernah bertanya kepada seorang lelaki tentang sesuatu hal. Lantas lelaki itu berkata, "Tentunya Anda lebih baik dan lebih tahu daripada aku wahai Amirul Mukminin." 'Umar ra lantas memarahi orang itu seraya berkata, "Apakah aku memerintahkan kamu untuk memuji diriku?"

Seorang sufi, Al-Harits al-Muhasibi dalam kitabnya, 'al-Washaya' menuliskan bahwa, aku telah mendengar sebuah Hadits Rasulullah Saw yang sanad-nya belum aku yakini dengan pasti. Namun jika memang Hadits itu shahih maka kandungannya akan sangat bermanfaat bagi kita.

Disebutkan bahwa ada salah seorang laki-laki memberikan pujian kepada rekannya yang sedang berada di samping Rasulullah saw. Maka beliau bersabda, "Seandainya temanmu tadi itu sedang sekarat dalam keadaan ridha dengan pujian yang kamu sampaikan kepadanya, lantas dia meninggal dunia, maka dia akan masuk Neraka." Dalam kesempatan lain Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat, "Ingatlah, janganlah kalian saling melontarkan pujian! Jika kalian melihat ada orang-orang yang memberikan pujian, maka taburkanlah pasir ke wajah mereka!" (Hr. Ahmad, Abu Dawud, at-Turmudzi).

Imam al-Ghazali dalam kitabnya, 'Kitabul Arba'in fi Ushuliddiin' mengatakan bahwa pujian itu mengandung enam bencana. Empat bencana bagi pemuji dan dua untuk yang dipuji: Pertama, seringkali pujian tersebut dilakukan secara berlebih-lebihan, bahkan akhirnya menjurus pada dusta, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Kedua, berpura-pura senang kepada orang yang dipuji, padahal sebenarnya tidaklah demikian, Hal ini jelas menjurus pada sifat munafik dan riya'. Ketiga, seringkali mengatakan sesuatu secara tidak obyektif dan omong kosong. Misalnya, mengatakan dia itu orang yang adil, dan dia itu wara', padahal kenyataannya tidak.

Keempat, dapat menjadikan pihak yang dipuji itu merasa bangga dan besar kepala. Padahal bisa jadi orang yang dipuji itu adalah orang yang zhalim, yang membuatnya semakin senang atas kedurhakaan dan kefasikannya. Padahal Rasulullah Saw telah bersabda, "Sesungguhnya Allah sangat murka bila ada orang fasik dipuji-puji." (al-Hadits). Kelima, kemungkinan si penerima pujian akan menjadi takabur dan ta'ajjub yang keduanya sangat membinasakan. Dan keenam, bisa jadi si penerima pujian akan bangga dan lupa akan amalnya serta merasa dirinya sudah cukup.

Karena itu, mari periksa diri kita. Jika kebaikan yang kita lakukan selama ini mulai nampak di permukaan, biasanya akan diikuti dengan sejuta pujian dan penghormatan. Jika demikian, berhati-hatilah, karena syaitan mulai melepaskan anak panahnya agar kita terlena dalam pujian. Melayang dengan pujian dan sanjungan yang diterima, sampai lupa bahwa segala bentuk pujian hanya untuk dan milik Allah. Seorang bijak berkata, "Barangsiapa suka dipuji, maka dia telah memungkinkan syaitan untuk masuk ke dalam perutnya."

Begitulah. Jangan sampai kita tertipu dengan merasa telah beramal baik dengan tulus ikhlas sehingga merasa sudah layak menerima pahala dari Allah. Jangan pernah merasa sebagai ahli Surga hanya karena telah membantu dan menyantuni anak-anak yatim, atau telah memberangkatkan sejumlah orang untuk pergi haji, jika hati kecil ini masih ingin dipuji orang lain. Jangan berkecil hati hanya karena orang di sekitar tak memandang dan memperhatikan amal baik kita selama ini. Jangan bersedih ketika orang-orang tak mengakui jasa-jasa kita dalam membangun masjid atau mushala. Karena pujian, sekali lagi hanya milik dan untuk Allah, bukan milik kita!

Saudaraku, semua ini bukan berarti kita tak berhak menerima pujian. Sebagian ulama mengatakan bahwa, suatu pujian kalau disampaikan bebas dari unsur-unsur negatif seperti di atas, maka boleh dilakukan. Sebab, dalam beberapa kesempatan, Rasulullah saw juga sering memberikan pujian dan sanjungan kepada para sahabat, bilamana menurut beliau justru akan semakin menambah semangat kerja dan daya juang mereka, bukannya semakin membuat mereka sombong.

Misalnya ketika Nabi saw memuji Abu Bakar ash-Shaddiq ra, "Andaikata kualitas keimanan Abu Bakar dan manusia sejagad ditimbang, tentu akan lebih berat kualitas keimanan Abu Bakar." Dan tentang 'Umar bin Khaththab ra, Nabi saw bersabda, "Andaikata aku belum diutus tentu engkau 'Umar yang akan diutus menjadi Rasul."

Ada ungkapan menarik yang disampaikan oleh al-Muhasibi, "Beribadahlah karena dan untuk Allah semata, karena niscaya burung, binatang-binatang buas, hewan melata dan para Malaikat akan memuji dirimu. Seluruh bangsa jin dan manusia yang berada di sekelilingmu juga akan turut berbahagia. Mereka akan memuji sikapmu. Lantas apakah kamu memilih untuk beribadah karena Allah atau tetap mengharapkan tipu daya berupa pujian dari mahluk. Kamu lebih memilih untuk meraih ridha Allah ataukah senang menerima azab-Nya? Kamu lebih senang mendapatkan nikmat yang abadi ataukah azab yang pedih?"

Salah satu obat untuk menghindari sikap senang dipuji dan disanjung adalah memperbanyak syukur kepada-Nya. Karena dengan menanamkan rasa syukur, memperbanyak syukur dan khawatir kalau nikmat Allah dicabut maka kita tidak akan mempunyai waktu lagi untuk merasa tersanjung ketika dipuji. Sebab malaikat dan para nabi saja sangat khawatir jika sampai anugerah Allah dicabut dari mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "(Mereka berdoa), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami." (aali-'Imraan: 8).

Saudaraku, tak henti-hentinya al-Fakir mengingatkan, terutama bagi diri al-Fakir sendiri agar kita senantiasa saling mengingatkan satu sama lain dalam berperilaku. Mari kita teladani apa yang dilakukan oleh Imam 'Ali bin Abi Thalib kw saat disanjung orang. Beliau biasanya berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui, dan janganlah Engkau siksa aku dengan apa yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik daripada dari apa yang mereka sangkakan kepadaku." Atau meniru apa yang diucapkan oleh sebagian sufi dalam doanya ketika dipuji: "Ya Allah, sungguh hamba-Mu ini lebih layak pada murka-Mu dan aku bersaksi kepada-Mu atas kelayakan murka itu."

Saturday, August 28, 2010

Makrifatullah


Mungkin ada di kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah padahal kita sudah sering mendengar dan menyebut namaNya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita?

Tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup dengan pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah. Karena, semakin memahami dan mengenaliNya kita merasa semakin dekat denganNya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari sikap-sikap yang salah terhadap Allah.

Ketika kita membicarakan makrifatullah, maknanya kita berbicara tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Kata Ilah mengandung arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Makna seperti ini ada di dalam surat An-Naas (114): 1-3.

Dengan demikian jelaslah bahwa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan mengenal Allah adalah bagian terpenting di dalam hidup ini. Lantas, bagaimana metoda yang harus kita tempuh untuk bisa mengenal Allah? Apa saja halangan yang senantiasa menghantui manusia dari mengenalNya? Benarkan kalimat yang mengatakan, “Kenalilah dirimu niscaya engkau akan mengenali Tuhanmu.” Dari pengenalan diri sendiri, maka ia akan membawa kepada pengenalan (makrifah) yang menciptakan diri, yaitu Allah. Ini adalah karena pada hakikatnya makrifah kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah dan merupakan asas segala kehidupan rohani.

Setelah makrifah kepada Allah, akan membawa kita kepada makrifah kepada Nabi dan Rasul, makrifah kepada alam nyata dan alam ghaib dan makrifah kepada alam akhirat.

Keyakinan terhadap Allah swt. menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil dan bukti yang jelas tentang kewujudan (eksistensi) Allah lantas melahirkan pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya semata-mata kepada Allah saja. Ini memberi arti kita menolak dan berusaha menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepadaNya.

Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita di bawah bayangan tauhid dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa penyelewengan sesuai dengan manhaj salafush shalih. Kita juga harus memahami empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam Al-Qur’an maupun sunnah, yaitu tauhid asma wa sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiyah, dan tauhid uluhiyah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.

Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya kepada Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu kita harus mampu membedakan di antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selainNya serta menjadikan cinta kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita ialah kita menyadari pentingnya melandasi seluruh aktivitas hidup dengan kecintaan kepada Allah, Rasul, dan jihad secara minhaji.

Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahwa Allah sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi yaitu sebagai pedoman hidup dan juga sebagai sarana hidup. Kita juga sepatutnya menyadari kepentingan kedua bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap takwa yang lebih cemerlang.

Ayat-ayat Allah ada dalam bentuk ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Kedua jenis ayat-ayat Allah ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca dan menelitinya. Namun terdapat berbagai halangan akan muncul di hadapan kita dalam mengenali Allah. Halangan-halangan ini muncul dalam bentuk sifat-sifat pribadi kita yang bersumberdari syahwat –seperti nifaq, takabbur, zhalim, dan dusta– dan sifat-sifat yang bersumber dari syubhat –seperti jahil, ragu-ragu, dan menyimpang. Kesemua sifat-sifat fujur itu akan menghasilkan kekufuran terhadap Allah swt.

Ahammiyah Ma’rifatullah (Urgensi mempelajari Makrifatullah)

Riwayat ada menyatakan bahwa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah (awwaluddin ma’rifatullah). Bermula dengan mengenal Allah, maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, di manakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain? Apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini? Apakah tanggung jawab kita dan ke manakah kesudahan hidup kita? Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul Allah sebagai Rabb dan Ilah, Yang Mencipta, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.

Dalil-dalil:

QS. Muhammad (47): 19
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan kalimat “ketahuilah olehmu” bahwasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila Al-Qur’an menggunakan sibghah amar (perintah), maka menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini, mengetahui atau mengenali Allah (ma’rifatullah) adalah wajib.

QS. Ali Imran (3): 18
Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

QS. Al-Hajj (22): 72-73
Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah, “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.

QS. Az-Zumar (39): 67
Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan keseluruhan bumi berada di dalam genggamanNya pada Hari Kiamat dan langit-langit dilipatkan dengan kananNya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.

Tema Perbicaraan Makrifatullah – Allah Rabbul Alamin.

Ketika membicarakan ma’rifatullah, artinya kita sedang membicarakan tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa. Sedangkan kata Ilah mengandungi arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Hal ini termaktub dalam surat An-Naas (114): 1-3. Inilah tema yang dibahas dalam ma’rifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.

Dalil-dalil:

QS. Ar-Ra’du (13): 16
Katakanlah, “Siapakah Rabb segala langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.” Katakanlah, “Adakah kamu mengambil wali selain dariNya yang tiada manfaat kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat?” Katakanlah, “Apakah sama orang buta dengan orang yang melihat? Apakah sama gelap dan nur (cahaya)?” Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka? Katakanlah, “Allah. Allah yang menciptakan tiap tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha Kuasa.”

QS. Al-An’am (6): 12
Katakanlah, “Bagi siapakah apa-apa yang di langit dan bumi?” Katakanlah, “Bagi Allah.” Dia telah menetapkan ke atas diriNya akan memberikan rahmat. Sesungguhnya Dia akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak beriman.”

QS. Al-An’am (6): 19
Katakanlah, “Apakah saksi yang paling besar?” Katakanlah, “Allah lah saksi di antara aku dan kamu. Diwahyukan kepadaku Al-Qur’an ini untuk aku memberikan amaran kepada engkau dan sesiapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an. Adakah engkau menyaksikan bahawa bersama Allah ada tuhan-tuhan yang lain?” Katakanlah, “Aku tidak menyaksikan demikian.” Katakanlah, “Hanya Dia-lah Tuhan yang satu dan aku bersih dari apa yang kamu sekutukan.”

QS. An-Naml (27): 59
Katakanlah, “Segala puji-pujian itu adalah hanya untuk Allah dan salam sejahtera ke atas hamba-hambanya yang dipilih. Adakah Allah yang paling baik ataukah apa yang mereka sekutukan?”

QS. An-Nur (24): 35
“Allah memberi cahaya kepada seluruh langit dan bumi.”

QS. Al-Baqarah (2): 255
“Allah. Tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia hidup dan berdiri menguasai seluruh isi bumi dan langit.”

Didukung Dengan Dalil Yang Kuat

QS. Al-Qiyamah (75): 14-15
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

Makrifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia berpikir dan membuat penilaian. Oleh karena itu banyak fenomena alam yang dibahas oleh Al-Qur‘an dan diakhiri dengan kalimat pertanyaan: tidakkah kamu berpikir, tidakkah kamu mendengar. Pertanyaan-pertanyaan itu mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua fenomena alam adalah di bawah milik dan aturan Allah swt.

Dalil-dalil:

Naqli [QS. Al-An'am (6): 19]
Katakanlah, “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah, “Allah.” Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qu’ran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah, “Aku tidak mengakui.” Katakanlah, “Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).”

Aqli, [QS. Ali Imran (3): 190]
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Fitri, [QS. Al-A'raf (7): 172]
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan).”

Dapat Menghasilkan: peningkatan iman dan taqwa.

Apabila kita betul-betul mengenal Allah mentadaburi dalil-dalil yang dalam, hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita dekat dengan Allah, Allah lebih dekat lagi kepada kita. Setiap ayat Allah baik ayat qauliyah maupun kauniyah tetap akan menjadi bahan berpikir kepada kita dan penambah keimanan serta ketakwaan. Dari sini akan menghasilkan pribadi muslim yang merdeka, tenang, penuh keberkatan, dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diridhaiNya.

Kemerdekaan [QS. Al-An'am (6): 82]
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan; dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ketenangan [QS. Al-Ra'du (13): 28]
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Barakah [QS. Al-A'raf (7): 96]
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Kehidupan Yang Baik [QS. Al-Nahl (16): 97]
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Surga [QS. Yunus (10): 25-26]
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.

Mardhotillah [QS. Al-Bayinah (98): 8]
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Popular Posts

Syamim. Powered by Blogger.