Featured Article

Sunday, August 29, 2010

Pujian. Haramkah ?


Segala puji hanya milik dan hanya bagi Allah. "Alhamdulillah", itulah kata yang senantiasa kita ucapkan untuk memuji Sang Khaliq atas limpahan karunia-Nya yang tiada berbatas. Minimal 17 kali sehari kita lafazkan kalimat itu sebagai bukti pujian kita kepada-Nya. Kata "puji" dalam kalimat tersebut sesungguhnya telah jelas menggambarkan bahwa ia menafikan segala bentuk pujian kepada selain-Nya. Faktanya, kata itu telah berubah peruntukkannya. Sebagian besar kaum Muslimin telah menggunakan berbagai macam kata pujian untuk memuji orang lain yang dikaguminya.

Dalam berbagai pertemuan keagamaan masih terdengar ucapan saling memuji di antara mereka yang hadir. Mungkin saja sekadar basa-basi, atau untuk merendahkan diri satu sama lain, atau hanya berkelakar. Ulama yang bijak biasanya segera beristighfar ketika mendengar pujian terarah kepada dirinya. Mereka tidak suka dipuji walau hanya untuk berkelakar. Karena ulama yang bijak, tahu betul guyon atau lelucon tidak ada dalam kamusnya. Apalagi berbicara hal-hal yang tak bermanfaat sama sekali!

Orang yang senang dipuji dan disanjung biasanya adalah orang yang hidupnya selalu bergelimang dosa. Paling tidak, orang yang sangat mencintai dunia. Imam al-Ghazali berkata bahwa memuji ternyata telah menjadi kebiasaan para pembesar dan penguasa yang menjadi budak dunia. Begitu pula dengan para pembuat kisah dan juru bicara, mereka suka memuji para hadirin, khususnya para hartawan. Dalam berbagai rapat formal yang digelar di negeri ini, sudah menjadi suatu pemandangan yang umum bila kita mendengar serangkaian pujian dikeluarkan oleh seseorang kepada pejabat yang hadir. Saking biasanya, telinga hadirin menjadi biasa ketika kata-kata "yang mulia," atau "yang kami banggakan," keluar dari mulut si pembicara.

Maksudnya untuk menghormati si tamu, atau bisa jadi untuk mengambil hati atau mencari muka agar dirinya dapat memperoleh promosi jabatan. Yang lebih celaka ketika saudara-saudara Muslim kita ramai-ramai memuji, mengusung, dan menyanjung kemaksiatan di pentas hiburan tanpa tedeng aling-aling. Demi fulus, popularitas dan atas nama kebebasan berekspresi, mereka sesungguhnya telah menjerumuskan saudaranya, artis yang berwajah lugu itu (atau berlagak lugu) ke dalam jurang kemaksiatan yang dalam. Na'uudzu billahi mindzaliik!

Saudaraku, para sahabat sangat membenci pujian. Mereka akan sangat marah kepada siapa saja yang melontarkan pujian walau jujur dan apa adanya. Mereka lebih senang mendapatkan kritikan pedas sekali pun mereka termasuk orang-orang yang berperilaku bersih. Sahabat 'Umar bin Khaththab ra suatu ketika pernah bertanya kepada seorang lelaki tentang sesuatu hal. Lantas lelaki itu berkata, "Tentunya Anda lebih baik dan lebih tahu daripada aku wahai Amirul Mukminin." 'Umar ra lantas memarahi orang itu seraya berkata, "Apakah aku memerintahkan kamu untuk memuji diriku?"

Seorang sufi, Al-Harits al-Muhasibi dalam kitabnya, 'al-Washaya' menuliskan bahwa, aku telah mendengar sebuah Hadits Rasulullah Saw yang sanad-nya belum aku yakini dengan pasti. Namun jika memang Hadits itu shahih maka kandungannya akan sangat bermanfaat bagi kita.

Disebutkan bahwa ada salah seorang laki-laki memberikan pujian kepada rekannya yang sedang berada di samping Rasulullah saw. Maka beliau bersabda, "Seandainya temanmu tadi itu sedang sekarat dalam keadaan ridha dengan pujian yang kamu sampaikan kepadanya, lantas dia meninggal dunia, maka dia akan masuk Neraka." Dalam kesempatan lain Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat, "Ingatlah, janganlah kalian saling melontarkan pujian! Jika kalian melihat ada orang-orang yang memberikan pujian, maka taburkanlah pasir ke wajah mereka!" (Hr. Ahmad, Abu Dawud, at-Turmudzi).

Imam al-Ghazali dalam kitabnya, 'Kitabul Arba'in fi Ushuliddiin' mengatakan bahwa pujian itu mengandung enam bencana. Empat bencana bagi pemuji dan dua untuk yang dipuji: Pertama, seringkali pujian tersebut dilakukan secara berlebih-lebihan, bahkan akhirnya menjurus pada dusta, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Kedua, berpura-pura senang kepada orang yang dipuji, padahal sebenarnya tidaklah demikian, Hal ini jelas menjurus pada sifat munafik dan riya'. Ketiga, seringkali mengatakan sesuatu secara tidak obyektif dan omong kosong. Misalnya, mengatakan dia itu orang yang adil, dan dia itu wara', padahal kenyataannya tidak.

Keempat, dapat menjadikan pihak yang dipuji itu merasa bangga dan besar kepala. Padahal bisa jadi orang yang dipuji itu adalah orang yang zhalim, yang membuatnya semakin senang atas kedurhakaan dan kefasikannya. Padahal Rasulullah Saw telah bersabda, "Sesungguhnya Allah sangat murka bila ada orang fasik dipuji-puji." (al-Hadits). Kelima, kemungkinan si penerima pujian akan menjadi takabur dan ta'ajjub yang keduanya sangat membinasakan. Dan keenam, bisa jadi si penerima pujian akan bangga dan lupa akan amalnya serta merasa dirinya sudah cukup.

Karena itu, mari periksa diri kita. Jika kebaikan yang kita lakukan selama ini mulai nampak di permukaan, biasanya akan diikuti dengan sejuta pujian dan penghormatan. Jika demikian, berhati-hatilah, karena syaitan mulai melepaskan anak panahnya agar kita terlena dalam pujian. Melayang dengan pujian dan sanjungan yang diterima, sampai lupa bahwa segala bentuk pujian hanya untuk dan milik Allah. Seorang bijak berkata, "Barangsiapa suka dipuji, maka dia telah memungkinkan syaitan untuk masuk ke dalam perutnya."

Begitulah. Jangan sampai kita tertipu dengan merasa telah beramal baik dengan tulus ikhlas sehingga merasa sudah layak menerima pahala dari Allah. Jangan pernah merasa sebagai ahli Surga hanya karena telah membantu dan menyantuni anak-anak yatim, atau telah memberangkatkan sejumlah orang untuk pergi haji, jika hati kecil ini masih ingin dipuji orang lain. Jangan berkecil hati hanya karena orang di sekitar tak memandang dan memperhatikan amal baik kita selama ini. Jangan bersedih ketika orang-orang tak mengakui jasa-jasa kita dalam membangun masjid atau mushala. Karena pujian, sekali lagi hanya milik dan untuk Allah, bukan milik kita!

Saudaraku, semua ini bukan berarti kita tak berhak menerima pujian. Sebagian ulama mengatakan bahwa, suatu pujian kalau disampaikan bebas dari unsur-unsur negatif seperti di atas, maka boleh dilakukan. Sebab, dalam beberapa kesempatan, Rasulullah saw juga sering memberikan pujian dan sanjungan kepada para sahabat, bilamana menurut beliau justru akan semakin menambah semangat kerja dan daya juang mereka, bukannya semakin membuat mereka sombong.

Misalnya ketika Nabi saw memuji Abu Bakar ash-Shaddiq ra, "Andaikata kualitas keimanan Abu Bakar dan manusia sejagad ditimbang, tentu akan lebih berat kualitas keimanan Abu Bakar." Dan tentang 'Umar bin Khaththab ra, Nabi saw bersabda, "Andaikata aku belum diutus tentu engkau 'Umar yang akan diutus menjadi Rasul."

Ada ungkapan menarik yang disampaikan oleh al-Muhasibi, "Beribadahlah karena dan untuk Allah semata, karena niscaya burung, binatang-binatang buas, hewan melata dan para Malaikat akan memuji dirimu. Seluruh bangsa jin dan manusia yang berada di sekelilingmu juga akan turut berbahagia. Mereka akan memuji sikapmu. Lantas apakah kamu memilih untuk beribadah karena Allah atau tetap mengharapkan tipu daya berupa pujian dari mahluk. Kamu lebih memilih untuk meraih ridha Allah ataukah senang menerima azab-Nya? Kamu lebih senang mendapatkan nikmat yang abadi ataukah azab yang pedih?"

Salah satu obat untuk menghindari sikap senang dipuji dan disanjung adalah memperbanyak syukur kepada-Nya. Karena dengan menanamkan rasa syukur, memperbanyak syukur dan khawatir kalau nikmat Allah dicabut maka kita tidak akan mempunyai waktu lagi untuk merasa tersanjung ketika dipuji. Sebab malaikat dan para nabi saja sangat khawatir jika sampai anugerah Allah dicabut dari mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "(Mereka berdoa), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami." (aali-'Imraan: 8).

Saudaraku, tak henti-hentinya al-Fakir mengingatkan, terutama bagi diri al-Fakir sendiri agar kita senantiasa saling mengingatkan satu sama lain dalam berperilaku. Mari kita teladani apa yang dilakukan oleh Imam 'Ali bin Abi Thalib kw saat disanjung orang. Beliau biasanya berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui, dan janganlah Engkau siksa aku dengan apa yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik daripada dari apa yang mereka sangkakan kepadaku." Atau meniru apa yang diucapkan oleh sebagian sufi dalam doanya ketika dipuji: "Ya Allah, sungguh hamba-Mu ini lebih layak pada murka-Mu dan aku bersaksi kepada-Mu atas kelayakan murka itu."

Saturday, August 28, 2010

Makrifatullah


Mungkin ada di kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah padahal kita sudah sering mendengar dan menyebut namaNya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita?

Tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup dengan pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah. Karena, semakin memahami dan mengenaliNya kita merasa semakin dekat denganNya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari sikap-sikap yang salah terhadap Allah.

Ketika kita membicarakan makrifatullah, maknanya kita berbicara tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Kata Ilah mengandung arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Makna seperti ini ada di dalam surat An-Naas (114): 1-3.

Dengan demikian jelaslah bahwa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan mengenal Allah adalah bagian terpenting di dalam hidup ini. Lantas, bagaimana metoda yang harus kita tempuh untuk bisa mengenal Allah? Apa saja halangan yang senantiasa menghantui manusia dari mengenalNya? Benarkan kalimat yang mengatakan, “Kenalilah dirimu niscaya engkau akan mengenali Tuhanmu.” Dari pengenalan diri sendiri, maka ia akan membawa kepada pengenalan (makrifah) yang menciptakan diri, yaitu Allah. Ini adalah karena pada hakikatnya makrifah kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah dan merupakan asas segala kehidupan rohani.

Setelah makrifah kepada Allah, akan membawa kita kepada makrifah kepada Nabi dan Rasul, makrifah kepada alam nyata dan alam ghaib dan makrifah kepada alam akhirat.

Keyakinan terhadap Allah swt. menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil dan bukti yang jelas tentang kewujudan (eksistensi) Allah lantas melahirkan pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya semata-mata kepada Allah saja. Ini memberi arti kita menolak dan berusaha menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepadaNya.

Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita di bawah bayangan tauhid dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa penyelewengan sesuai dengan manhaj salafush shalih. Kita juga harus memahami empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam Al-Qur’an maupun sunnah, yaitu tauhid asma wa sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiyah, dan tauhid uluhiyah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.

Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya kepada Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu kita harus mampu membedakan di antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selainNya serta menjadikan cinta kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita ialah kita menyadari pentingnya melandasi seluruh aktivitas hidup dengan kecintaan kepada Allah, Rasul, dan jihad secara minhaji.

Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahwa Allah sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi yaitu sebagai pedoman hidup dan juga sebagai sarana hidup. Kita juga sepatutnya menyadari kepentingan kedua bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap takwa yang lebih cemerlang.

Ayat-ayat Allah ada dalam bentuk ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Kedua jenis ayat-ayat Allah ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca dan menelitinya. Namun terdapat berbagai halangan akan muncul di hadapan kita dalam mengenali Allah. Halangan-halangan ini muncul dalam bentuk sifat-sifat pribadi kita yang bersumberdari syahwat –seperti nifaq, takabbur, zhalim, dan dusta– dan sifat-sifat yang bersumber dari syubhat –seperti jahil, ragu-ragu, dan menyimpang. Kesemua sifat-sifat fujur itu akan menghasilkan kekufuran terhadap Allah swt.

Ahammiyah Ma’rifatullah (Urgensi mempelajari Makrifatullah)

Riwayat ada menyatakan bahwa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah (awwaluddin ma’rifatullah). Bermula dengan mengenal Allah, maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, di manakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain? Apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini? Apakah tanggung jawab kita dan ke manakah kesudahan hidup kita? Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul Allah sebagai Rabb dan Ilah, Yang Mencipta, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.

Dalil-dalil:

QS. Muhammad (47): 19
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan kalimat “ketahuilah olehmu” bahwasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila Al-Qur’an menggunakan sibghah amar (perintah), maka menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini, mengetahui atau mengenali Allah (ma’rifatullah) adalah wajib.

QS. Ali Imran (3): 18
Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

QS. Al-Hajj (22): 72-73
Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah, “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.

QS. Az-Zumar (39): 67
Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan keseluruhan bumi berada di dalam genggamanNya pada Hari Kiamat dan langit-langit dilipatkan dengan kananNya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.

Tema Perbicaraan Makrifatullah – Allah Rabbul Alamin.

Ketika membicarakan ma’rifatullah, artinya kita sedang membicarakan tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa. Sedangkan kata Ilah mengandungi arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Hal ini termaktub dalam surat An-Naas (114): 1-3. Inilah tema yang dibahas dalam ma’rifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.

Dalil-dalil:

QS. Ar-Ra’du (13): 16
Katakanlah, “Siapakah Rabb segala langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.” Katakanlah, “Adakah kamu mengambil wali selain dariNya yang tiada manfaat kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat?” Katakanlah, “Apakah sama orang buta dengan orang yang melihat? Apakah sama gelap dan nur (cahaya)?” Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka? Katakanlah, “Allah. Allah yang menciptakan tiap tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha Kuasa.”

QS. Al-An’am (6): 12
Katakanlah, “Bagi siapakah apa-apa yang di langit dan bumi?” Katakanlah, “Bagi Allah.” Dia telah menetapkan ke atas diriNya akan memberikan rahmat. Sesungguhnya Dia akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak beriman.”

QS. Al-An’am (6): 19
Katakanlah, “Apakah saksi yang paling besar?” Katakanlah, “Allah lah saksi di antara aku dan kamu. Diwahyukan kepadaku Al-Qur’an ini untuk aku memberikan amaran kepada engkau dan sesiapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an. Adakah engkau menyaksikan bahawa bersama Allah ada tuhan-tuhan yang lain?” Katakanlah, “Aku tidak menyaksikan demikian.” Katakanlah, “Hanya Dia-lah Tuhan yang satu dan aku bersih dari apa yang kamu sekutukan.”

QS. An-Naml (27): 59
Katakanlah, “Segala puji-pujian itu adalah hanya untuk Allah dan salam sejahtera ke atas hamba-hambanya yang dipilih. Adakah Allah yang paling baik ataukah apa yang mereka sekutukan?”

QS. An-Nur (24): 35
“Allah memberi cahaya kepada seluruh langit dan bumi.”

QS. Al-Baqarah (2): 255
“Allah. Tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia hidup dan berdiri menguasai seluruh isi bumi dan langit.”

Didukung Dengan Dalil Yang Kuat

QS. Al-Qiyamah (75): 14-15
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

Makrifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia berpikir dan membuat penilaian. Oleh karena itu banyak fenomena alam yang dibahas oleh Al-Qur‘an dan diakhiri dengan kalimat pertanyaan: tidakkah kamu berpikir, tidakkah kamu mendengar. Pertanyaan-pertanyaan itu mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua fenomena alam adalah di bawah milik dan aturan Allah swt.

Dalil-dalil:

Naqli [QS. Al-An'am (6): 19]
Katakanlah, “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah, “Allah.” Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qu’ran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah, “Aku tidak mengakui.” Katakanlah, “Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).”

Aqli, [QS. Ali Imran (3): 190]
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Fitri, [QS. Al-A'raf (7): 172]
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan).”

Dapat Menghasilkan: peningkatan iman dan taqwa.

Apabila kita betul-betul mengenal Allah mentadaburi dalil-dalil yang dalam, hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita dekat dengan Allah, Allah lebih dekat lagi kepada kita. Setiap ayat Allah baik ayat qauliyah maupun kauniyah tetap akan menjadi bahan berpikir kepada kita dan penambah keimanan serta ketakwaan. Dari sini akan menghasilkan pribadi muslim yang merdeka, tenang, penuh keberkatan, dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diridhaiNya.

Kemerdekaan [QS. Al-An'am (6): 82]
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan; dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ketenangan [QS. Al-Ra'du (13): 28]
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Barakah [QS. Al-A'raf (7): 96]
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Kehidupan Yang Baik [QS. Al-Nahl (16): 97]
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Surga [QS. Yunus (10): 25-26]
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.

Mardhotillah [QS. Al-Bayinah (98): 8]
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Thursday, August 26, 2010

Menangis Dalam Solat


"Sheikh, ketika anda membaca al Quran, saya dapat rasakan bahawa anda sangat memahaminya. Kadang-kadang anda akan ulang suatu ayat tu berulang-ulang kali, kadang-kadang juga anda akan menangis-nangis. Walaupun saya faham maksud ayat tersebut, saya tak dapat menangis macam anda menangis. Lalu saya rasa anda bukan sahaja memahami maksudnya, tetapi anda FAHAM maksudnya. Macam manakah caranya saya nak menjadi macam mereka yang memahami?"


Dia menjawab, "Caranya ada banyak:

1. Siapkan Mental Semaksimumnya dengan Bersolat Sunat Sebelum Solat Fardu.
Sediakan hati anda sebelum menunaikan solat. Contohnya sebelum solat Isya, solat dua rakaat dahulu untuk pastikan hati anda merasai ruh al Quran sebelum bersolat yang fardu.

2. Selalu Membaca al Quran
a. Apabila anda membaca suatu ayat, bacanya berulang kali - cuba fahami sedalam-dalamnya ayat tersebut.
b. Berhubunglah dengan al Quran, satu juz satu hari, supaya anda boleh mengkhatamkan bacaan al Quran dalam satu bulan, dengan kerap kali mambacanya.

3. Baca tafsir al Quran
a. Jika menyedari terdapat ayat yang anda tidak fahami ketika membaca al Quran, terus pergi mencari tafsirnya. Kemudian, baca kembali ayat tersebut dengan dengan ilmu yang baru diperolehi, tentang bagaimana ia diturunkan, mengapa ia diturunkan, bila ia diturunkan, suasana ketika ayat itu diturunkan, kemudian cuba berfikir: Adakah aku sudah memahaminya sekarang?

4. Menyedari Allah swt memanggil ANDA
a. Bayangkan suasana ketika al Quran diturunkan kepada para sahabat. Merekalah yang telah menyaksikan proses penurunan al Quran tersebut! Mereka tahu sebab penurunan setiap ayat; mereka juga sedar bahawa ayat al Quran tersebut diturunkan untuk DIRI MEREKA. Bayangkan bagaimana para sahabat ra yang kemudiannya terkesan dengannya, ketika mereka tahu bahawa ketika al Quran itu diturunkan kepada mereka, al Quran itu jugalah yang sedang memanggil diri mereka.
b. Ketahuilah bahawa: Allah swt sedang memanggil anda! Contohnya, bayangkan anda mendengar surah al Hujurat:
"Wahai orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[al Hujurat, 49:1].

Anda sepatutnya bayangkan, akulah salah seorang daripada mereka yang beriman. Apa yang Allah mahukan daripada AKU? Apakah yang Allah, yang maha Mengasihani itu, minta daripada aku?

5. Merasakan ayat tersebut Hidup
a. Ketika anda membaca ayat tentang syurga, bayangkan anda sedang DUDUK di dalam syurga, sambil melihat buah-buahan syurga, melihat warga-warga syurga serta menghidu wangi-wangian syurga.
b. Ketika anda membaca ayat tentang neraka, bayangkan dapur rumah anda, bayangkan betapa panasnya ketika anda berada sangat dekat dengan dapur tersebut ketika apinya menyala. Bayangkan betapa panasnya jika anda memegang api tersebut - tak tertahan sehinggakan muka anda juga sudah tak tahan merasai habanya. Itu hanya api dunia! Bayangkan api neraka! Bagaimanakah pula panasnya api Neraka nanti?

6. Doa: Sangat Penting
a. Allah swt lah satu-satunya yang dapat memberikan kefahaman yang anda inginkan. Anda tak akan mampu mendapatnya kecualilah jika Allah mahukannya. Jadi, ketika anda sujud, ketika anda berada antara tangan-Nya swt, mintalah beribu-ribu doa: "Ya Allah! Engkaulah yang Maha Pembuka! Bukakanlah kefahaman ini untukku, bukakanlah kefahaman terhadap al Quran untukku."

7. Qiamullail
a. Baca ayat tersebut sambil berfikir tentangnya. Baca ayat itu banyak dan berulang-ulang kali sambil berfikir dan merenungi ayat tersebut. Nabi saw pernah membaca hanya satu ayat berulang-ulang kali, sambil menangis kerana Allah swt.
b. Bacaan dan penghayatan terhadap ayat tersebutlah yang akan menggerakkan hati anda.

8. Kurangkan dosa dan maksiat kepada Allah swt
a. Raan (titik hitam akibat dosa dan amal jahat) merupakan penghalang daripada merasai dan memahami al Quran. Titik inilah yang mencipta penghadang kepada hati:
"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka."
[al Muthaffifin, 83:14]

b. Ini menjadikan ketika anda mendengar sesuatu ayat yang hebat dan kuat, namun anda tidak terkesan dengannya kerana pada hati anda terdapat penghadang ini. Anda perlu mengurangkan dosa yang anda lakukan supaya hati anda terkesan semula dengan al Quran.

9. Kerap kali mendengar al Quran
a. Apabila anda mendengar al Quran, fikirkan - mengapa qari tersebut membaca sesuatu ayat itu berulang-ulang? Mengapa dia menangis ketika membaca sesuatu ayat? Dengar dan fikirkan mengapa qari tersebut membaca sedemikian rupa.

10. Letakkan Pengharapan kepada Allah swt
a. Allah swt TIDAK AKAN meninggalkan aku keseorangan.
b. Sedarlah bahawa Allah swt tidak akan membiarkan anda apabila anda memohon kepada-Nya. Berdoalah kepada-Nya! Berharaplah bahawa dia swt akan memakbulkan doa anda!
c. Berdoalah: "Ya Allah! Siapalah diriku ini? Siapalah diriku ini melainkan hamba yang berdosa dan bermaksiat? Maha suci Engkau! Engkaulah Pemilik Pengampunan! Ya Allah, bukakanlah pintu kefahaman kepadaku! Hanya Engkaulah yang memberikan kefahaman!"
d. KETAHUILAH bahawa dia akan memakbulkan permintaan anda dan dia tidak akan meninggalkan anda.

Khauf


Rasulullah bersabda:"Ketika tubuh seorang hamba bergetar kerana takut kepada Allah,bergugurlah dosanya bagai dedaunan jatuh dari pohonnya."

Ada seorang lelaki jatuh hati kepada seorang itu. Apabila keluar gadis itu untuk suatu keperluannya maka pergilah lelaki itu bersamanya.Sesampai di kampung yg sunyi,ketika semua orang telah tidur,lelaki itu menyampaikan maksud hatinya. Sigadis pun menyahut "Lihatlah apakah semua orang telah tidur semuanya?"

Lelaki itu pun memeriksa kawasan itu dan melihat sejenak. Dia mengira kehendak hatinya hendak dikabulkan. Segera dia menghampiri gadis itu dan berkata "Benar semua orang telah tidur. Lalu gadis itu bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang Allah? Apakah saat ini Dia juga tidur?" Lelaki tersebut menjawab, "Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur." Gadis itu lalu berkata: "Sesungguhnya Zat yang tidak pernah tidur akan melihat kita meskipun manusia yg sedang tidur lelap tidak melihat kita.Oleh kerananya Dia lebih berhak kita takuti."

Dengan segera lelaki itu meninggalkan gadis tersebut kerana dia takut kepada Allah.Dia pulang ke rumah dan bertaubat. Setelah dia meninggal dunia ada seorang bermimpi bertemu dengannya. Lalu ditanya "Apakah yg dilakukan oleh Allah kepadamu?"Lelaki itu menjawab: "Allah telah mengampuniku kerana ketakutanku dan meninggalkan dosa itu."

Di dalam golongan Bani Israel ada seorang lelaki abid yang miskin dan mempunyai ramai anak. Dia ditimpa kecelakaan sehingga tak dapat mencari rezeki lagi, lalu dia memerintah isterinya agar mencari rezeki. Isterinya pun pergi kesebuah rumah orang kaya lalu meminta sedikit makanan untuk keluarganya.

Orang kaya itu berkata,"Baiklah, tapi serahkan dirimu untukkku walau barang sebentar. "Perempuan itu terdiam dan segera pulang. Setibanya dirummah,anak-anaknya meminta makan. Hatinya tak tertahan. Lalu dia pergi berjumpa orang kaya itu lagi. Orang kaya tersebut bertanya,"Adakah engaku telah bersetuju dengan permintaanku?" Perempuan itu pun mengangguk.

Namun ketika berada dalam bilik yang sunyi, tubuh perempuan itu menggeletar seolah-olah seluruh anggota badanya hendak terlepas. Maka orang kaya pun bertanya: "Mengapakah engkau berlaku demikian?" Perempuan itu menjawab, "Sebenarnya aku takut kepada Allah." Berkata orang kaya itu, "Engkau telah takut kepada Allah bersama kefakiranmu. Maka semestinya aku lebih takut daripada engkau."Segera dihentikan keinginannya terhadap perempuan itu. Diberinya perempuan itu apa yang diminta. Dan perempuan itu membawa pulang nikmat yang melimpah sehingga keluarganya menjadi senang. Kemudian Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa as : Katakan kepada fulan bin fulan, Aku telah mengampuni dosanya."Lalu Nabi Musa pun datang kepada orang kaya tersebuat dan memberitahunya. Dan orang kaya pun menceritakan apa yg telah berlaku.

Allah befirman: "Maka jangan engkau takut kepada maanusia dan takutlah padaku"(Quran :Al-maidah:44} Dalam ayat lain, surah Al Imran ayat 175 ,Allah berfirman,"Janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah padaku"

Pada suatu ketika, Umar bin Khatab jatuh pengsan semasa mendengar ayat al-Quran dibaca dan pada suatu ketika yg lain beliau mengambil sepotong kayu sambil berkata "sekiranya aku menjadi kayu tidaklah menjadi seperti ini dan sekiranya ibuku tidak melahirkan aku."

Beliau menangis teresak-esak. Air matanya mengalir membasahi pipi sehingga pada mukanya ada 2 garis bekas air mata. Sehingga Rasulullah pernah mengatakan,"Api neraka tidak akan menjilat orang yang pernah menangis kerana takut kepada Allah swt "

Pada hari kiamat seorang hamba dipanggil. Oleh kerana amalan buruknya lebih banyak dia diperintahkan masuk neraka. Kemudian sehelai rambut dipipinya berkata,"Ya Tuhanku, utusanmu Muhamad telah bersabda "barangsiapa menangis kerana takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan mata itu dalam neraka."Dan sesungguhnya aku telah menangis kerana takut kepada Allah. Lalu Allah mengampun dan menyelamatkan dia dari api neraka.

Manakala dihari kiamat didatangkan api yg bergemuruh sehingga menggetar seluruh hati umat. Nabi-nabi berkata, "nafsi-nafsi"{sendiri-sendiri} manakala Nabi saw berkata "umatku umatku"."Keluarlah api itu bagaikan gunung. Umat muhammad cuba menolaknya dgn berkata demi orang yg bersolat,org-org shidiq,orang-orang yg berpuasa dan yg orang-orang yg khusuk, kembalilah engkau wahai api."Api hendak membakar umat muhammad.Jibril menghampiri nabi dgn membawa segelas air sambil berkata:"Ambillah air ini dan percikkan ia ke api itu."Nabi percikkan air itu ke api.Lalu api itu padam.

Nabi menanyakan Jibril.."Air apakah ini?"Jibril berkata,"Itulah air mata umatmu yg menangis kerana takut kpd Allah."Rasullullah sering berdoa,"Ya Allah berilah aku rezeki dua mata yg menangis kerana takut kpd Engkau sebelum air mata ini habis."Maka barangsiapa ingin selamat daripada azab Allah serta mendapatkan pahala dan rahmatnya,hendaklah dia sabar atas kesulitan dunia,taat kpd Allah serta menjauhi maksiat."

Ayuh, sahabat-sahabat semua, keluarkan airmata mu untuk Allah SWT pada malam ini. Bangun untuk bersolat Tahajjud.

“Wahai orang yang berselimut, Bangunlah sembahyang Tahajjud pada waktu malam, selain dari sedikit masa (yang tak dapat tidak untuk berehat), Iaitu separuh dari waktu malam, atau kurangkan sedikit dari separuh itu, Ataupun lebihkan (sedikit) daripadanya; dan bacalah Al-Quran dengan “tartil” (dengan bacaan yang terang jelas dan betul menurut ilmu tajwid)”(Surah al-Muzzammil: 1-4)

Dan dalam hadis Nabi, Rasulullah s.a.w. bersabda, mahfumnya, "Sesungguhnya Rasullullah s.a.w. bersabda: Kerjakanlah qiam al-lail (sembahyang malam) kerana sesungguhnya ia amalan biasa dilakukan oleh orang-orang shaleh sebelum kamu dan sesungguhnya qiam al-lail itu mendekatkan diri kepada Allah, mencegah daripada membuat dosa, menghapuskan kejahatan-kejahatan, dan dapat menghindarkan daripada penyakit tubuh badan.” (Hadith riwayat at-Tirmidzi)

Menangis Di Jalan Allah


Maksud 'berlinangan air mata' ialah mungkin seseorang mengingati maksiat dan dosa2 yang lampau, lalu secara sengaja atau tidak, dia menangis hingga berlinangan air matanya.

Seorang wali Allah berkata: "........apabila semasa berdoa, berdiri bulu roma, hati jadi berdebar, dan air mata berlinangan...maka doa itu akan diterima".

Seorang yang mengingati Allah dengan bersunyi diri itu memiliki 2 sifat yang hebat sekali.. Yang pertama IKHLAS ( ruh segala amalan ), yang kedua TAQWA ( perasaan takut pada Allah atau rasa terharu kerana cinta kepada Allah) sehingga berlinangan air matanya. Kedua-dua sifat ini adalah kelebihan yang sempurna.

Seorang penyair Urdu berkata: " Tugas kami ialah menangis mengingati kekasih pada waktu malam, tidur kami adalah mengingati Mu"

Menangis kerana mengingati Allah atau takut kepada Nya merupakan satu kurniaan yang sangat besar daripada Allah sendiri. Berbahagialah orang yang mempuyai nikmat ini.

Riwayat hadith menyatakan : "Sesiapa menangis kerana takutkan Allah, maka dia tidak akan masuk ke dalam neraka sehingga susu masuk kembali ke dalam puting". Mustahil sekali untuk susu kembali kedalam puting. Inilah kelebihan orang yg menangis kerana Allah. Hatinya sayu apabila berzikir mengingati Allah.

Riwayat hadith menyatakan juga bahawa: " Sesiapa menangis kerana takut kepada Allah walupun sedikit daripada air matanya menitis ke tanah, maka dia tidak akan diazab pada hari Qiyamat".

Diriwayatkan lagi dalam sebuah hadith bahawa: "Api neraka diharamkan ke atas dua jenis mata. Pertama, mata yang menangis kerana takut kepada Allah. Kedua, mata yang berjaga malam untuk memelihara Islam dan umat Islam daripada serangan orang2 kafir".

Disebutkan dalam sebuah hadith bahawa : " Api neraka diharamkan atas mata yang mengangis kerana takut kepada Allah, mata yang tidak memandang sesuatu yang diharamkan (seperti memandang wanita yang bukan mahram dll) dan mata yang telah cedera di jalan Allah".

Orang yang bersendiriaan mengingati Allah adalah seperti orang yang berjihad menentang orang2 kafir di jalan Allah seorang diri.

p/s: Hadith diatas, kalau bukan perkataan yang asal, insyaAllah ianya adalah mafhum hadith tersebut.

Betul lah...kalau sekali kita dapat doa sampai air mata mengalir, terasa sungguh nikmat. Bukan nikmat macam nangis tengok cite Hindustan ke, korea jepun cina ke....lain... (contoh je)

Air yang paling berharga disisi Allah ialah air mata yang mengalir kerana menyesal atas dosa2 dan takut kepadaNya...

Popular Posts

Syamim. Powered by Blogger.