Featured Article

Thursday, November 18, 2010

Takwa


“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya.”

(QS. Âli Imrân [3]: 102)



Takwa adalah salah satu perintah Allah SWT yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an (208 ayat, 226 kata) dan Al-Hadits, mengingat hal tersebut merupakan salah satu kunci untuk menggapai rahmat Allah SWT, guna menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Melalui Al-Qur`an-Nya, Allah SWT juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang bertakwa tidak hanya dapat dirasakan di akhirat kelak, tetapi buahnya dapat pula dinikmati sejak kita masih hidup. Bahkan dalam Surah Ath-Thalaq Allah SWT mengemukakan bahwa takwa merupakan solusi dari berbagai himpitan hidup yang menghimpit. Dan di akhirat kelak mereka akan memasuki surga yang luasnya seluas langit dan bumi (lihat QS. Ali Imran [3]: 133)



Pengertian Takwa

Takwa, menurut istilah, berasal dari kata waqa yaqi wiqayatan yang artinya berlindung atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa juga berarti takut.

Sedangkan menurut syara, dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin (1/290), Syeikh Utsaimin berkata, “Takwa diambil dari kata wiqayah, yaitu upaya seseorang melakukan sesuatu yang dapat melindungi dirinya dari azab Allah SWT. Dan, yang dapat menjaga seseorang dari azab Allah SWT ialah (dengan) melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”



Pentingnya Takwa Kepada Allah SWT



1. Takwa adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imra [3]:130)



2. Takwa mengundang limpahan berkah dan rahmat Allah SWT

Allah SWT berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]:96)

Dia juga berfirman, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raf [7]:156)



3. Takwa adalah kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah SWT

Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]:29)

Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]:29)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]:4&9)



4. Takwa adalah solusi

Allah SWT berfirman,

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3)

Dia juga berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:4)



5. Orang paling mulia adalah orang bertakwa

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” (Muttafaq ‘Alaihi)



Doa Memohon Takwa Kepada Allah SWT

Dari Abdullah bin Mas’ud RA, ia berkata, “Nabi SAW senantiasa berdoa dengan Allâhumma innî as’alukal hudâ wat tuqâ wal ‘afâf wal Ghinâ (Ya Allah, aku mohon pada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (dari perbuatan hina) dan kekayaan).” (HR. Muslim)



Beberapa Hadits Terkait Dengan Takwa

69. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” Mereka (sahabat) berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu (yang paling mulia) adalah Yusuf bin nabi Allah (Ya’kub) bin nabi Allah (Ishak) bin Khalîlullah (kekasih Allah) yakni Ibrahim.” Para sahabat berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah tentang keturunan Arab yang baik yang kalian tanyakan? Orang Arab yang terbaik di masa jahiliyah merupakan yang terbaik dalam Islam jika mereka memahami syariat Islam.” (Muttafaq ‘Alaihi)



70. Dari Abu Said Al-Khudriy RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan indah, dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola yang ada di dalamnya, kemudian Allah mengawasi apa yang kalian perbuat. Maka hati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita. Sesungguhnya bencana yang pertama kali timbul pada Bani Israil adalah karena wanita.’ (HR. Muslim)



72. Dari Abu Tharîf ‘Adiy bin Hâtim Ath-Thâi, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang telah bersumpah (untuk berbuat sesuatu), kemudian dia melihat bahwa apa yang disumpahkannya itu bisa membutanya lebih takwa maka hendaklah ia melakukan apa yang dilihatnya dapat membuatnya lebih bertakwa.” (HR. Muslim)



73. Dari Abu Umâmah Shuday bin ‘Ajlân Al-Bâhiliy RA, ia berkata, Saya telah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah pada Haji Wada’ (perpisahan). Beliau bersabda, “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, tegakkanlah lima salat fardhu kalian, berpuasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin-pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan-Nya pada bagian akhir dari Bab Shalat. Dia juga berkata bahwa hadis ini Hasan lagi Shahih).



? Dari Abu Dzar ra., Rasulullah saw bersabda, “Saya wasiatkan kepadamu agar: (1) senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, (2) jika kamu telah melakukan kekhilapan (kesalahan) maka bersegeralah melakukan kebaikan, (3) jangan meminta-minta dari orang banyak, (4) jangan mengemban amanah (jika merasa tidak mampu menunaikannya), dan (5) jangan menjadi qadhi (pemutus perkara) di antara dua orang yang berselisih.” (HR. Ahmad)



? Dari Abu Hurairah ra., bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin melakukan safar (perjalanan jauh), maka berilah wasiat kepadaku!” Maka Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan takbir setiap kali menaiki tanjakan.” Ketika laki-laki itu berpaling pergi, beliau berdoa, “Ya Allah, bentangkanlah bumu untuknya dab mudahkanlah perjalanannya.” (HR. Tirmidzi)



? Dari Sahal bin Sa’ad As-Saidi ra., Rasulullah saw bersabda, “Saya perintahkan kepadamu agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT, menjaga dirimu, dan jangan terlibat dengan urusan banyak.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syuabul imna; hadis ini disampaikan oleh Rasulullah saw untuk menjawab pertanyaan para shahabat yang menanyakan tentang sikap mereka kelak saat terjadi berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat; amanah dikhiananti, janji-janji tidak ditunaikan, yang baik dicampuraduk dengan yang buruk, sehingga menimbulkan sikap apatis di tengah-tengah masyarakat Maka Rasulullah saw memerintahkan mereka tetap berpengang dengan yang ma’ruf dan menghindari kemungkaran, kemudian menyebutkan tiga hal di atas).



? Dari Abu Dzar ra., ia berkata, “Saya telah mengatakan kepada Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah, sampaikanlah wasiat kepadaku!’” Maka Rasulullah bersabda, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah SWT karena ia adalah puncak setiap perkara!” Saya berkata, “Tambahkan untukku, wahai Rasulullah!” Maka beliau wasiatkan lagi, “Hendaklah kamu membaca Al-Qur`an, karena ia adalah cahaya bagimu di dunia sekaligus menjadi pusaka untukmu di langit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Pusaka: akan memberikan syafaat dan kesaksian di hadapan Allah SWT bagi orang yang membacanya).



Demikian, semoga Allah SWT menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, dengan gemar melakukan kebaikan dan berbagi manfaat satu sama lain, serta terhindar dari perkara-perkara yang dilarang. Amin, allahumma amin.... (by: M.Yusuf Shandy, Lc.)

Wednesday, November 17, 2010

Tangisan Rasulullah


Tangis Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam serupa dengan tertawanya, tidak tersedu-sedu dan tidak berteriak- teriak seperti halnya tertawanya beliau tidaklah terbahak-bahak namun kedua matanya berlinang hingga meneteskan air mata, terdengar pada dada beliau desis napasnya.

Terkadang tangisan beliau sebagai bentuk ungkapan kasih sayang terhadap orang yang meninggal atau pula sebagai ungkapan rasa kekhawatiran dan belas kasih terhadap umatnya dan kadang karena rasa takut kepada Allah atau ketika mendengar Al-Qur’an. Yang seperti itu adalah tangisan yang timbul dari rasa rindu, cinta dan pengagungan bercampur rasa takut kepada Allah.( Zadul Ma’ad 1/183.)

Abdullah bin Mas’ud menuturkan, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda:

“Bacakan (Al-Qur’an) untukku.” Lalu katakan: “Wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam, aku baca untuk engkau padahal Al-Qur’an turun kepadamu?” Beliau berkata: “Ya, Sesungguhnya saya ingin mendengarkannya dari selainku.”

Lalu aku baca surat An-Nisa’ hingga sampai ayat :

“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).

Beliau lantas berkata: “Ya cukup.” Tiba-tiba air mata beliau menetes.

Demikian pula Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah menangis ketika menyaksikan salah satunya cucunya yang nafasnya sudah mulai terputus-putus dan ketika putra beliau Ibrahim meninggal, air mata beliau menetes karena belas kasih beliau kepadanya. Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam menangis ketika meninggalnya Ustman bin Madh’un, beliau menangis ketika terjadi gerhana matahari lantas beliau shalat gerhana dan beliau nienangis dalam shalatnya, kadang pula beliau menangis di saat menunaikan shalat malam.

Diriwayatkan dari Tsabit Al-Bunaniy dari Muthorrif dari bapaknya berkata: Saya menjumpai Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam sedang dalam keadaan shalat, terdengar dalam perut beliau Al-Aziz (seperti suara air yang mendidih dalam Mirjal yaitu bejana) maksudnya beliau sedang menangis. (HR Ahmad, An-Nasa-i dan Abu Dawud serta Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dan dishahihkan oleh Al-Albani 8 AI-Fath Ar-Rabbani 4/111.)

Al-Aziz adalah rintihan dalam perut dalam arti lain suara tangis. Al-Mirjal dengan dikasroh mimnya adalah bejana yang difungsikan untuk mendidihkan air yang terbuat dari besi, kuningan atau batu. Disebutkan dalarn Al-Fath Ar-Rabbaniy : Makna ucapan tersebut adalah bahwa isi perut nabi Shalallahu’alaihi Wassallam mendidih dari sebab beliau menangis dari rasa takut kepada Allah. (Al Fath Ar Rabbani 4/111)

Terdapat dalam suatu riwayat bahwasanya beliau Shalallahu’alaihi Wassallam mengatakan : Beberapa surat telah membuatku beruban seperti surat Hud, Al-Waqi’ah, AlMursalaat, Amma Yatasa’alun dan surat Idzassyamsyu Kuwwirat. (Shahihul-Jami’ no 3723.)

Adalah bacaannya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bisa membelah hati seseorang sebagaimana tertera dalam Ash-Shahihain dari Jubair bin Muth’im, ia berkata :

Aku mendengar Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam membaca surat Ath-Thur dalam shalat maghrib, tidaklah aku mendengar suara yang paling bagus dari beliau. Dalam sebagian riwayat lain : Maka tatkala aku mendengar beliau membaca:

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka

sendiri) ?” (Ath-Thur: 35)

Lantas ia mengatakan: Hampir saja jantungku terbang.

Berkata Ibnu Katsir Ketika Jubair mendengar ayat tersebut ia masih musyrik menganut ajaran kaumnya, ia datang di saat terjadinya penebusan tawanan perang setelah perang badar. Maka cukuplah bagi kamu dengan orang yang bacaannya punya pengaruh terhadap orang yang getol kepada kekafirannya dan itulah yang menjadi sebab ia mendapatkan hidayah, oleh karena itu, sebaik-baik bacaan adalah yang muncul dari kekhusyukan hati. Thawus berkata: manusia yang paling bagus suaranya dalam membaca Al-Qur’an adalah yang mereka paling takut kepada Allah.

Dinukil dari buku : Air Mata Iman, Kisah-kisah Salafus Shaleh saat Membaca Al Qur’an, Penerbit : Qaulan Karima, Purwokerto, Judul Asli : Al-Buka’ ‘Inda Qiraatil Qur’ane

Tuesday, November 16, 2010

Tafakkur


Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berfikir tentang Dzat Allah.” Hadis hasan soheh.

Hadis itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membezakanya dari makhluk yang lain bahawa manusia adalah makhluk yang berfikir. Dengan kemampuan itulah manusia dapat meraih berbagai kemajuan, kelebihan dan kebaikan. Namun sejarah juga mencatatkan bahawa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berfikir.

Kerana itu Rasulullah saw menghendaki kita kaum muslimin untuk memiliki budaya tafakur yang akan dapat membawa kita kepada kemajuan, kelebihan, kebaikan, ketaatan, keimanan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw memberi penjelasan agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berfikir tentang Dzat Allah kerana kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berfikir tentang Dzat Alllah dapat membawa kita kepada kesesatan dan kebinasaan.

Fadhaailut Tafakkuri (Keutamaan Tafakur)

Setidaknya ada empat keutamaan tafakur, iaitu:

1. Allah memuji orang-orang yang sentiasa bertafakur dan berzikir dalam setiap situasi dan keadaan dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di surah Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahawa kemampuan akal tidak akan wujud kecuali dengan perpaduan antara zikir dan fikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahawa kesempurnaan akal bererti kesempurnaan seorang manusia, maka kita dapat memahami peranan penting zikir dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh kerana itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah sentiasa memadukan antara zikir dan fikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.”

2. Tafakur termasuk amalan yang terbaik dan dapat mengungguli ibadah. Ada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi, “Berfikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Kenapa begitu? kerana, berfikir dapat memberi manfaat-manfaat yang tidak dapat diberi oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid pernah ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab, “Tafakur.” Dengan tafakur seseorang dapat memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita dapat melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita, mengetahui tipu daya syaitan dan menyedari pujuk rayu duniawi.

3. Tafakur dapat membawa kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaklah ia memperbanyakkan tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenung perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingati nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berfikir.” (lihat Mau’idhatul Mu’minin)

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan. Ibnul Qayyim berkata, “Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berfikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini dapat menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahawasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat sampai-sampai dikatakan, ‘Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Tafakur dapat mengubah dari kelalaian menuju kesedaran dan dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari cita-cita serakah menuju zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesembuhan rohani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran dan pemahaman tentang Allah dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.” (Miftah Daris Sa’adah: 226).

Nataaijut Tafakkuri (Buah Tafakur)

1. Kita akan mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar engkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. [Ar-Ruum, 8]

2. Kita dapat membezakan mana yang bermanfaat sehingga bersemangat untuk meraihnya, mana yang berbahaya hingga berusaha mengindarinya.

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (Al-Baqarah: 219)

3. Kita dapat memiliki keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap pandangan yang berkembang.

Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Saba: 46)

4. Kita dapat memperhatikan hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri sendiri.

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir? (Al-Baqarah: 44)

5. Kita dapat memahami bahawa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana untuk membangun kebahagiaan akhirat.

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul), dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Yusuf: 109)

Dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60). [1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.

6. Kita dapat menghindari diri dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita.

Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

7. Dapat menghindari diri dari siksa neraka kerana memahami dan mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama syirik.

Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10)

Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiyaa’ : 67)

Dhawabithut Tafakkuri (Batasan Tafakur)

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahawa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, kerana seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan satu per sepuluh saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”

Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali satu ikatan saja, iaitu tafakur mengenai Dzat Allah.

Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan, menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat yang memusnahkan dan membiakkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:

1. Kedalaman ilmu
2. Konsentrasi fikiran
3. Pengurusan emosional dan rasional
4. Faktor lingkungan
5. Tahap pengetahuan tentang objek tafakur
6. Teladan dan pergaulan
7. Esensi sesuatu
8. Faktor kebiasaan

Kenapa Kita Dilarang Tafakkur Dzat Allah?

Setidaknya ada dua alasan, iaitu:

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahayaNya.

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Asy-syuuraa: 11)

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (Al-An’am: 103)

Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu dapat membayangkan keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimunti oleh sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap ghulluw (berlebihan). Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali r.a. Sebaliknya, memperlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk, dan seterusnya. Semoga kita dapat terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.

Khusyu'


Secara Lughah (Etimologi), khusyu' berarti rendah diri atau mendekati rendah diri. Menurut pengertian ini, khusyu' itu terdapat pada suara, penglihatan, ketenangan dan kerendahdirian. Sedangkan pengertian khusyu' menurut syara' (terminologi) adalah rendah diri. Rendah diri ini kadang-kadang berada dalam hati dan kadang-kadang berasal dari anggota tubuh seperti diam.


Adapun dalil yang menguatkan bahwa khusyu' itu pekerjaan hati adalah hadis Ali ra, "Khusyu' itu berada dalam hati" (HR. al-Hakim), hadis: "Sekiranya sanubari hati orang ini khusyu, niscaya anggota tubuhnya menjadi khusyu",
dan hadis do'a mohon perlindungan: "....dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari sanubari hati yang tidak khusyu."

Apakah khusyu' dalam salat itu wajib?


Dalam masalah ini, ulama berbeda pendapat. Menurut al-Ghozali khusyu' itu wajib. Beliau menguraikan argumentasinya secara panjang lebar -untuk menguatkan pendapatnya- dalam kitab 'Ihyaa' Ulumuddin'. Akan tetapi, menurut Jumhur Ulama', khusyu' itu tidak wajib. Bahkan, Imam an-
Nawawi mengklaim adanya Ijma' yang tidak mewajibkan khusyu'.

Hadis-Hadis yang Menganjurkan Seseorang agar Berlaku Khusyu' dalam Salatnya


Dari Abu Hurairah ra berkata, "
Rasulullah saw melarang seseorang meletakkan tangannya pada lambungnya"
(HR. al-Bukhari dan Muslim, sedangkan redaksi (lafal) hadis berasal dari Imam Muslim (wallafdzu li Muslimin).


Maksud dari larangan hadis tersebut adalah hendaknya seseorang tidak meletakkan tangan, baik yang kiri maupun yang kanan, pada lambungnya ketika dia sedang melakukan salat, sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar al-
Asqalani terhadap hadis tersebut.


Kemudian, apa hikmah dari larangan itu? Maka dalam hal ini Rasulullah saw menjelaskannya dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, "Bahwa hal itu adalah pekerjaan orang Yahudi dalam salat mereka" (HR. al-Bukhari). Sebab, umat Islam itu dilarang keras untuk menyerupai orang-orang Yahudi dalam semua gerak-
gerik mereka.


Dari Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "
Apabila hidangan makan malam telah disiapkan, maka mulailah menyantap makanan itu sebelum anda salat Maghrib" (HR. Bukhari dan Muslim).


Hadis tersebut menurut Jumhur Ulama' menunjukkan sunnahnya mendahulukan makan malam atas salat. Karena, hal itu akan bisa mengarahkan seseorang berkonsentrasi dalam salatnya. Bahkan, menurut ulama yang lain, agar sanubari hati itu tidak tergoda dengan makanan yang sudah tersediakan tersebut.


Di samping itu, ada beberapa atsar sahabat yang menjelaskan tentang ta'lil (sebab-
musabab) dilarangnya mendahulukan salat ketika makanan sudah dihidangkan. Di antaranya adalah atsar yang dikeluarkan oleh Ibnu Abu Syaibah dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, "Bahwa keduanya pernah sedang makan, sementara di dapur api (kompor)nya masih terdapat daging yang sedang dibakar, lalu sahabat yang melakukan adzan tersebut ingin melakukan iqamah untuk salat, tiba-
tiba Ibnu Abbas berkata kepadanya: 'Jangan terburu-
buru', kita tidak melakukan salat selama dalam hati kita masih ingat sesuatu (makanan)." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Supaya (makanan itu) tidak memalingkan perhatian kita dalam salat." Disebutkan pula dari Hasan bin Ali as bahwa dia berkata, "Makan malam sebelum salat itu bisa menghilangkan (meredam) jiwa yang suka mencela (an-
Nafs al-
Lawwaamah)." (HR. Ibnu Abu Syaibah)


Jika waktu salat tinggal sedikit, apakah disunnahkan pula mendahulukan makan atas salat?


Kesunnahan seperti itu dilakukan apabila waktu salat masing panjang. Namun, jika waktu salat tinggal sedikit, maka menurut Jumhur Ulama', dia mendahulukan salat atas makan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga waktu salat agar tidak lewat.


Kandungan Hadis


Dari hadis no. 2 di atas, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:


a. Hadirnya makanan seperti itu bisa menjadi uzur untuk meninggalkan salat jama'ah. Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa apabila hidangan makan malamnya telah disiapkan dan dia mendengar bacaan Imam dalam salat, maka dia tidak berdiri (untuk melakukan salat) sampai dia selesai makan.


b. Hal-hal selain makanan bisa dianalogikan (diqiyaskan) dengan makanan selama mempunyai ilat (sebab) yang sama yaitu apabila dia mengakhirkan melakukan sesuatu itu, hatinya menjadi terganggu ketika salat. Maka, sebaiknya melakukan sesuatu itu sebelum salat.


Dan di sini yang perlu diperhatikan betul adalah bahwa sesuatu itu telah diperbolehkan secara tegas bahkan dianjurkan oleh Syara' (Allah dan Rasul-Nya). Akan tetapi, apabila sesuatu itu tidak dianjurkan oleh Syara', maka mendahulukan salat lebih baik daripada melakukan atau melanjutkan sesuatu itu. Contohnya adalah menonton sinetron, berbincang-bincang dengan kawan atau kerabatnya. Karena itu, mendahulukan salat lebih baik daripada menonton sinetron atau mengobrol lebih dahulu dengan kawan atau kerabatnya, baik waktu salat tinggal sedikit atau masih panjang.


Dari Aisyah ra berkata, "saya bertanya kepada Rasulullah saw tentang menoleh dalam salat?" Kemudian Rasul saw menjawab: "
Menoleh itu adalah suatu keteledoran seseorang akibat ulah syetan dalam salat seorang hamba" (HR. al-Bukhari)


Menurut riwayat at-
Tirmidzi dan menshahihkannya: "Janganlah anda menoleh dalam salat, karena itu adalah kebinasaan (dalam agama). Apabila anda harus melakukannya, maka lakukanlah dalam salat sunnah"


Seseorang yang sedang melakukan salat, dimakruhkan menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena pada dasarnya,
dia sedang menghadap Tuhannya. Sementara itu, syetan selalu mengintip dan mencari-cari kelengahan orang itu. Jika seseorang dalam salatnya menoleh ke kiri dan ke kanan, berarti dia telah masuk perangkap syetan.


Menurut Jumhur Ulama', menoleh itu dimakruhkan, karena bisa mengurangi khusyu' salat. Namun, apabila menolehnya itu sampai memalingkan dadanya atau seluruh lehernya dari kiblat,
maka hal itu bukan lagi makruh, melainkan bisa membatalkan salat. Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Dzar, "Allah SWT selalu menghadap kepada seorang hamba dalam salatnya, selama dia tidak menoleh, apabila dia memalingkan wajahnya,
maka Allah pun 'pergi' ." (HR. Abu Dawud dan an-
Nasa'i)


Sumber: Subulus Salaam, Muhammad bin Ismail as-Shan'ani

Qiyamullail


APAKAH kehebatan bangun solat di malam hari terutama di sepertiga malam yang akhir? Sehinggakan Rasulullah sanggup melakukannya sehingga kedua-dua tapak kakinya pecah-pecah, sehinggakan juga Sallehuddin Al-Ayyubi memilih mereka yang bangun malam sebagai barisan mujahidin yang paling hadapan untuk menggempur musuh. Sehinggakan juga Umar Abd Aziz berkata: “Bagaimana mata ini dapat tertutup rapat dan tenteram sedangkan ia tak tahu di mana kelak ia akan kembali di antara dua tempat” berulang-ulang.

Saranan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:

Dari Abu Hurairah r.a “….Kekasihku Rasulullah telah berwasiat kepadaku agar aku tidak tidur sebelum solat witir.” (HR Bukhari)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu ‘anhuma katanya; Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Hai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti si Fulan itu, dulu ia suka sekali bangun bersolat di waktu malam, tetapi kini meninggalkan bangun solat waktu malam itu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Aisyah r.a katanya: “Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam itu berdiri untuk bersolat malam, sehingga pecah-pecah kedua tapak kakinya. Saya berkata kepadanya;” Mengapa Tuan mengerjakan sedemikian ini, ya Rasulullah, padahal sudah diampunkan untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang dahulu dan yang kemudian?” Baginda sallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda, “Tidakkah saya ini wajar menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Ibnu Mas’ud r.a katanya: “Ada seorang lelaki yang disebut-sebut di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, iaitu bahawa orang tersebut tidur di waktu malam sampai ke pagi – yakni tidak bangun untuk bersolat malam, lalu beliau sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “orang itu sudah dikencingi syaitan dalam kedua-dua telinganya” atau beliau sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “di telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Abu Hurairah r.a katanya;” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Syaitan itu memberikan ikatan pada hujung kepala seseorang di antara engkau semua sebanyak tiga ikatan, jikalau ia tidur. Ia membuat ketentuan pada setiap ikatan itu dengan kata-kata yang berbunyi: “Engkau memperoleh malam panjang, maka tidurlah terus!” Jikalau orang itu bangun lalu berzikir kepada Allah ta’ala maka terurailah sebuah ikatan dari dirinya, selanjutnya jikalau dia terus berwudhu’, lalu terurai pulalah ikatan satunya lagi dan seterusnya, jikalau ia bersolat, maka terurailah ikatan seluruhnya, sehingga berpagi-pagi ia telah menjadi bersemangat serta berhati gembira. Tetapi jikalau tidak sebagaimana yang tersebut di atas, maka ia berpagi-pagi menjadi orang yang berhati buruk serta pemalas.” (Muttafaqun ‘alaih).

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a bahawasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda padanya:

Solat yang paling dicintai Allah ialah solatnya Daud dan puasa yang paling dicintai Allah ialah puasanya Daud. Ia tidur separuh malam, bangun solat yang sepertiganya dan tidur seperenamnya, Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. (Muttafaqun ‘alaih)

Dari A’isyah r.a. pula bahawasanya Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam itu tidur di permulaan malam dan bangun pada akhir malam lalu bersolat. (Muttafaqun ‘alaih)

Apakah kelebihan-kelebihan itu?

* Solat Paling Afdhal Setelah Solat Fardhu

“Solat yang paling afdhal setelah solat wajib adalah qiyamullail (tahajjud).” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

* Waktu Mustajabnya Doa

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya dari sebahagian malam itu ada satu waktu yang tidak menyamai kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan sesuatu yang baik kepada Allah Ta’ala, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Demikian itu ada pada setiap malam.” (HR Muslim)

* Lebih Baik Dari Dunia dan Seisinya

Dua raka’at yang dilakukan oleh seorang hamba di tengah malam itu adalah lebih baik baginya daripada dunia ini serta seluruh isinya. (HR Adam bin Abu Iyas)

* Meningkatkan Darjat Di sisi Allah

“Dan pada sebahagian malam hari, sembahyang tahajudlah kamu sebagai satu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat terpuji.” – (Surah al-Isra, ayat 79).

Dari Abu Hurairah r.a., sabda Rasulullah lagi bermaksud: “Allah mengasihi seorang lelaki yang bangun tengah malam lalu dia mengerjakan sembahyang dan membangunkan isterinya untuk turut sama bersembahyang.

Kalau isterinya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah mengasihi seorang wanita yang bangun tengah malam untuk mengerjakan sembahyang lalu dia membangunkan suaminya untuk turut yang sama. Kalau suaminya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya.” (HR Abu Daud dengan isnad yang sahih)

* Ibadah Ahli Syurga

Firman Allah lagi dalam surah as Sajdah, ayat ke-16 dan 17 bermaksud: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, bahkan mereka menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Orang-orang yang bertaqwa itu sedikit sekali tidurnya di waktu malam. Di waktu menjelang fajar pagi, mereka itu berdoa memohonkan pengampunan dan dari sebahagian hartanya dijadikan hak yang diberikan pada yang meminta dan yang kekurangan.” [Surah Az-Dzaariyaat: 17-19]

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Hendaklah kamu semua menetapi solat malam, sebab yang demikian itu adalah perilaku orang-orang yang soleh sebelum kamu.” (HR Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Salam r.a bahawasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai sekalian manusia, ratakanlah salam, berikanlah makanan, bersolatlah di waktu malam sedang para manusia sedang tidur, maka engkau semua akan dapat memasuki syurga dengan selamat.” (HR Tirmidzi).

* Keteladanan Salafussoleh

Ibnul Qayyim Al-Jauzy melakukan solat malam, dilanjutkan dengan solat Subuh dan kemudian dilanjutkan dengan solat dhuha, setelah itu barulah beliau beranjak melakukan aktiviti-aktiviti yang lain. Lalu beliau berkata,”jika hal ini tidak aku lakukan maka sungguh sangat berat.”

Dalam riwayat Ibnu Ishaq dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah r.a. ia menceritakan; “Kami berangkat bersama Rasulullah SAW pada perang Dzatur Riqaa’. Pada kesempatan itu tertawanlah seorang wanita musyrikin. Setelah Rasulullah SAW berangkat pulang, suami wanita itu yang sebelumnya tidak ada di rumah baru saja datang. Kemudian lelaki itu bersumpah tidak akan berhenti mencari sebelum dapat mengalirkan darah para sahabat Muhammad SAW. Lalu lelaki itu keluar mengikuti jejak perjalanan Rasulullah SAW. Pada sebuah lorong di suatu lembah Rasulullah SAW bersama para sahabat berhenti. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang bersedia menjaga kita malam ini?” Jabir berkata, “Maka majulah seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar lalu keduanya menjawab, ‘Kami siap untuk berjaga ya Rasulullah’. Nabi Muhammad SAW berpesan: “Jagalah kami di mulut lorong ini.” Jabir menceritakan waktu itu, Rasulullah bersama para sahabat berhenti di lorong suatu lembah.

Ketika kedua orang sahabat itu ke ke mulut lorong, sahabat Anshar berkata pada sahabat Muhajirin, ‘Pukul berapa engkau inginkan aku berjaga, apakah permulaan malam ataukah akhir malam?’ Sahabat Muhajirin menjawab; ‘Jagalah kami di awal malam’, kemudian sahabat Muhajirin itu berbaring tidur. Sedangkan sahabat Anshar melakukan solat. Jabir berkata, datanglah lelaki musyrikin itu dan ketika mengenali sahabat Anshar, musyrikin itu mengetahui bahwa sahabat itu sedang hirasah. Kemudian orang itu memanahnya tepat mengenai diri Ansar tersebut, lalu sahabat Ansar itu mencabutnya kemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian orang musyrikin itu memanahnya lagi dan tepat mengenainya lagi, lalu sahabat itu mencabut kembali anak panah itukemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu memanah kembali sahabat Anshar tersebut dan tepat mengenai dirinya. Lalu dicabut pula anak panah itu kemudian ia rukuk dan sujud. Setelah itu ia membangunkan sahabat Muhajirin seraya berkata, ‘Duduklah kerana aku telah dilukai.’ Jabir berkata, Kemudian sahabat Muhajirin itu melompat mencari orang yang melukai sahabat Anshar itu. Ketika orang musyrikin itu melihat keduanya ia sedar bahawa dirinya telah diketahui maka ia pun melarikan diri. Ketika sahabat Muhajirin mengetahui darah yang melumuri sahabat Anshar, ia berkata, ‘Subhanallah kenapa engkau tidak membangunkan aku dari tadi?’ Sahabat Anshar menjawab, ‘Aku sedang membaca surah dan aku tidak ingin memutusnya. Namun, setelah orang itu berkali-kali memanahku barulah aku ruku’ dan memberitahukan dirimu. Demi Allah SWT kalau bukan kerana takut mengabaikan tugas penjagaan yang diperintahkan Rasulullah SAW kepadaku niscaya nafasku akan berhenti sebelum aku membatalkan solat.’

Bagaimana mudah untuk bangun solat malam?

Petua dari Imam Al-Ghazali:

1. Makan malam yang sedikit sekadar alas perut supaya tidak lapar. Jika kita makan malam yang banyak ianya akan menyebabkan kita cepat mengantuk dan susah bangun dari tidur, sudah tentu kita akan terlebih tidur pula.

2. Jangan tinggalkan tidur qailulah di siang hari.

3. Mengetahui dan menginsafi benar-benar keutamaan solat malam dengan mentadabburi selalu ayat-ayat Qur’an dan hadis-hadis serta kisah-kisah salafussoleh berkenaan dengan bangun malam.

4. Meningkatkan rasa cinta kepada Allah, rasa cinta yang sebenar-benarnya. Istiqamah dalam beribadah di waktu malam itu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kekasih-kekasih-Nya. Bersihkanlah diri dan hati daripada unsur-unsur syirik baik yang nyata atau yang tersembunyi, dan peliharalah ibadah sebelumnya, sesungguhnya seseorang yang berat beban dosanya dari amalan yang dilakukan sebelum tidurnya itu pasti memberatkannya untuk bangkit berkhalwah dengan Allah yang Maha Suci di malam hari.

Wallahu’alam-

Friday, November 12, 2010

Benarkah kita mencintaiNya ?


Ramai orang berkata ia Cinta kepada Allah Subhanahuwa Taala. Katanya itu hendaklah diuji sama ada tulen atau hanya palsu.

Ujian pertama ialah; Dia hendaklah tidak benci kepada mati kerana tidak ada orang yang enggan bertemu dengan sahabatnya. Nabi Muhammad saw bersabda;

"Siapa yang ingin melihat Allah, Allah ingin melihat dia."

Memang benar ada juga orang yang ikhlas cintanya kepada Allah berasa gentar apabila mengingat kedatangan mati sebelum ia siap membuat persediaan untuk pulang ke akhirat, tetapi jika betul-betul ikhlas adia akan bertambah rajin berusaha lagi untuk membuat persediaan itu.

Ujian kedua ialah ia mestilah bersedia mengorbankan kehendaknya untuk menurut kehendak Allah dan sedaya upaya menghampirkan diri kepada Allah dan benci kepada apa sahaja yang menjauhkan dirinya dengan Allah. Dosa yang dilakukan oleh seseorang itu bukanlah bukti ia tidak cinta kepada Allah langsung tetapi itu membuktikan yang ia tidak menyintai Allah sepenuh jiwa raganya. Fudhoil bin Iyadh seorang wali Allah berkata kepada seorang lelaki;

"Jika sesiapa bertanya kepada mu samada kamu cinta kepada Allah, hendaklah kamu diam kerana jika kamu kata: "Saya tidak cinta kepadaNya", maka kamu kafir dan jika kamu berkata, "Saya cinta", maka perbuatan kamu berlawanan dengan katamu."

Ujian yang ketiga ialah ingat kepada Allah itu mestilah sentiasa ada dalam hati manusia itu tanpa ditekan atau diusahakan benar, kerana apa yang kita cinta itu mestilah sentiasa kita ingat. Sekiranya cinta itu sempurna, ia tidak akan lupa yang dicintainya itu. Ada juga kemungkinan bahawa sementara cinta kepada Allah itu tidak mengambil tempat yang utama dalam hati seseorang itu, maka cinta kepada menyintai Allah itu mungkin mengambil tempat jua, kerana cinta itu satu perkara dan cinta kepada cinta itu adalah seperkara lain pula.

Ujian keempat kemudian menunjukkan adanya cinta kepada Allah ialah bahawa seseorang itu cinta kepada Al-Quran, iaitu Kalam Allah, dan cinta kepada Muhammad iaitu Rasul Allah. Jika cintanya benar-benar kuat, ia akan cinta kepada semua orang kerana semua manusia itu adalah hamba Allah. Bahkan cintanya meliputi semua makhluk, kerana orang yang kasih atau cinta kepada seseorang itu tentulah kasih pula kepada kerja-kerja yang dibuat oleh kekasihnya itu dan cintanya juga kepada tulisan atau karangannya.

Ujian kelima ialah ia suka duduk bersendirian untuk maksud beribadat dan ia suka malam itu lekas datang agar dapat berbicara dengan rakan atau sahabatnya tanpa ada yang menggangu. Jika ia suka berbual-bual di siang hari dan tidur di malam hari maka itu menunjukkan cintanya tidak sempurna. Allah berfirman kepada Nabi Daud,

"Janganlah terlampau karib dengan manusia, kerana ada dua jenis manusia tersingkir dari MajlisKu: iaitu mereka yang bertungkus mencari ganjaran dan menjadi pemalas apabila mereka mendapat ganjaran itu; dan mereka yang mementingkan diri mereka sendiri lalu melampaui aku. Tanda tidak redhanya aku ialah aku biarkan mereka begitu sahaja."

Pada hakikatnya, jika cinta kepada Allah itu benar-benar mengambil tempat seluruhnya didalam hati seseorang itu, maka cintanya kepada yang lain itu tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke dalam hati itu. Seorang dari Bani Israel telah menjadi kebiasaan sembahyang di malam hari.
Tetapi apabila melihat burung bernyanyian di sepohon pokok dengan merdu sekali, dia pun sembahyang di bawah pokok itu supaya dapat menikmati nyanyian burung itu. Allah menyuruh Nabi Daud pergi berjumpa dia dan berkata,

"Engkau telah mencampurkan cinta kepada nyanyian burung dengan cinta kepadaKu, Martabat engkau di kalangan Auliya' Allah telah diturunkan,"

Sebaliknya ada pula orang yang terlalu cinta kepada Allah, suatu hari sedang ia melakukan ibadatnya kepada Allah rumahnya telah terbakar, tetapi ia tidak nampak dan sedar rumahnya terbakar.

Yang keenam ialah ibadatnya menjadi senang sekali. Seorang Wali Allah ada berkata,

"Dalam tiga puluh tahun yang pertama saya melakukan sembahyang malam dengan susah payah sekali, tetapi tiga puluh yang kedua sembahyang itu menjadi seronok dan lazat pula kepada saya." Apabila cinta kepada Allah itu sempuna, maka tidak ada kesoronokan yang setandimg dngan keseronokan ibadat.

Yang ketujuh ialah orang yang cinta kepada Allah itu akan cinta kepada mereka yang taat kepada Allah dan mereka benci kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang derhaka kepada Allah. Al-Quran mnyatakan "mereka itu bersikap kasar kepada orang-orang kafir dan berkasih sayang sesama mereka sendiri." Suatu masa, Nabi bertanya kepada Allah, "Wahai Tuhan, siapakah kekasihmu?" Terdengarlah jawapan,

"Siapa yang berpegang teguh kepadaKu seperti bayi dengan ibunya, mengmbil perlindungan dengan MengingatiKu seperti burung mencari perlindungan disarangnya, dan yang marah melihat dosa seperti singa yang marah yang tidak takut kepada apa dan siapa pun."

10 Pembersih Dosa dan Pemulih Hati


Hassan al-Basri r.a. berkata: "Ketika saya berkeliling di jalan-jalan kota Bashrah dan di pasarnya dengan seorang pemuda ahli ibadah, tiba-tiba saya melihat seorang tabib yang sedang duduk di atas kerusi."

Dia dikelilingi oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak.

Di tangan mereka masing-masing terdapat gelas yang berisi air. Mereka meminta petua dan ubat untuk penyakitnya.

Kemudian, pemuda yang bersamaku maju ke depan tabib, lalu dia berkata:

"Wahai tabib, apakah kamu punya ubat yang mampu membersihkan dosa dan menyembuhkan penyakit hati? "

Kemudian, si tabib itu menjelaskan:

"Ambillah sepuluh macam ramuan:

1. Ambillah akar pohon fakir bersama akar-akar pohon tawaddhu' (kerendahan hati),
2. Campurkanlah padanya tumbuhan taubat,
3. Taruhlah ke dalam bekas keredhaan,
4. Tumbuklah dengan penumbuk qana'ah,
5. Masukkan dalam kuali taqwa,
6. Lalu tuangkanlah padanya air malu,
7. Didihkanlah dengan api mahabbah,
8. Tuangkanlah ke dalam gelas syukur,
9. Kemudian kipaslah dengan kipas harapan,
10. Lalu minum dengan sudu pujian.

Sesungguhnya jika kamu mengerjakan hal itu, maka akan menjadi ubat bagimu dari semua penyakit dan bencana di dunia dan di akhirat." - Dipetik daripada Kitab Nashaihul 'Ibad, Imam Nawawi

Popular Posts

Syamim. Powered by Blogger.