Tuesday, November 16, 2010

Tafakkur


Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berfikir tentang Dzat Allah.” Hadis hasan soheh.

Hadis itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membezakanya dari makhluk yang lain bahawa manusia adalah makhluk yang berfikir. Dengan kemampuan itulah manusia dapat meraih berbagai kemajuan, kelebihan dan kebaikan. Namun sejarah juga mencatatkan bahawa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berfikir.

Kerana itu Rasulullah saw menghendaki kita kaum muslimin untuk memiliki budaya tafakur yang akan dapat membawa kita kepada kemajuan, kelebihan, kebaikan, ketaatan, keimanan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw memberi penjelasan agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berfikir tentang Dzat Allah kerana kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berfikir tentang Dzat Alllah dapat membawa kita kepada kesesatan dan kebinasaan.

Fadhaailut Tafakkuri (Keutamaan Tafakur)

Setidaknya ada empat keutamaan tafakur, iaitu:

1. Allah memuji orang-orang yang sentiasa bertafakur dan berzikir dalam setiap situasi dan keadaan dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di surah Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahawa kemampuan akal tidak akan wujud kecuali dengan perpaduan antara zikir dan fikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahawa kesempurnaan akal bererti kesempurnaan seorang manusia, maka kita dapat memahami peranan penting zikir dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh kerana itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah sentiasa memadukan antara zikir dan fikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.”

2. Tafakur termasuk amalan yang terbaik dan dapat mengungguli ibadah. Ada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi, “Berfikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Kenapa begitu? kerana, berfikir dapat memberi manfaat-manfaat yang tidak dapat diberi oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid pernah ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab, “Tafakur.” Dengan tafakur seseorang dapat memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita dapat melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita, mengetahui tipu daya syaitan dan menyedari pujuk rayu duniawi.

3. Tafakur dapat membawa kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaklah ia memperbanyakkan tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenung perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingati nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berfikir.” (lihat Mau’idhatul Mu’minin)

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan. Ibnul Qayyim berkata, “Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berfikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini dapat menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahawasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat sampai-sampai dikatakan, ‘Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Tafakur dapat mengubah dari kelalaian menuju kesedaran dan dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari cita-cita serakah menuju zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesembuhan rohani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran dan pemahaman tentang Allah dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.” (Miftah Daris Sa’adah: 226).

Nataaijut Tafakkuri (Buah Tafakur)

1. Kita akan mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar engkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. [Ar-Ruum, 8]

2. Kita dapat membezakan mana yang bermanfaat sehingga bersemangat untuk meraihnya, mana yang berbahaya hingga berusaha mengindarinya.

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (Al-Baqarah: 219)

3. Kita dapat memiliki keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap pandangan yang berkembang.

Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Saba: 46)

4. Kita dapat memperhatikan hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri sendiri.

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir? (Al-Baqarah: 44)

5. Kita dapat memahami bahawa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana untuk membangun kebahagiaan akhirat.

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul), dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Yusuf: 109)

Dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60). [1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.

6. Kita dapat menghindari diri dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita.

Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

7. Dapat menghindari diri dari siksa neraka kerana memahami dan mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama syirik.

Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10)

Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiyaa’ : 67)

Dhawabithut Tafakkuri (Batasan Tafakur)

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahawa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, kerana seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan satu per sepuluh saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”

Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali satu ikatan saja, iaitu tafakur mengenai Dzat Allah.

Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan, menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat yang memusnahkan dan membiakkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:

1. Kedalaman ilmu
2. Konsentrasi fikiran
3. Pengurusan emosional dan rasional
4. Faktor lingkungan
5. Tahap pengetahuan tentang objek tafakur
6. Teladan dan pergaulan
7. Esensi sesuatu
8. Faktor kebiasaan

Kenapa Kita Dilarang Tafakkur Dzat Allah?

Setidaknya ada dua alasan, iaitu:

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahayaNya.

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Asy-syuuraa: 11)

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (Al-An’am: 103)

Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu dapat membayangkan keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimunti oleh sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap ghulluw (berlebihan). Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali r.a. Sebaliknya, memperlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk, dan seterusnya. Semoga kita dapat terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.

No comments:

Post a Comment