Featured Article
Latest Post

Friday, December 13, 2013

Pengertian ringkas Tawadhu'



Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَال ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً ، وَمَا تَواضَعَ أحَدٌ لله إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ

“Tidaklah sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan pada diri seseorang sifat pemaaf, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seorang itu merendahkan diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah ‘azza wajalla.” (HR. Muslim)

Tawadhu’ adalah lawan dari sombong, mengangkat-angkat diri sendiri. Seorang disebut Tawadhu’ apabila dia tidak mengangkat dirinya di atas orang lain karena ilmu, nasab keturunan, harta, kedudukan, atau kepemimpinan yang dia miliki.

Tawadhu’, bersikap rendah hati adalah sifat yang diperintahkan di dalam Islam. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan rendahkanlah dirimu kepada kaum mu’minin yang mengikutimu.” (Al Hijr: 88)

Allah juga telah menjanjikan balasan surga bagi orang yang senantiasa menjauhi sifat sombong dan selalu merendahkan diri mereka. Allah berfirman,

تِلْكَ الدَّارُ الْآَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا

“Itulah negeri akhirat yang Kami sediakan bagi orang-orang yang tidak berambisi untuk menyombongkan diri di atas muka bumi dan menebarkan kerusakan.” (Al Qashash: 83)

 Dan dari sahabat ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
إنَّ الله أوْحَى إِلَيَّ أنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أحَدٌ عَلَى أحَدٍ ، وَلاَ يَبْغِي أحَدٌ عَلَى أحَدٍ

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, hendaklah kalian itu bersikap tawadhu’, sehingga tidak ada seorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain dan tidak pula seorang itu menganiaya orang lain.” (HR. Muslim)

 Hakikat Tawadhu’

Tawadhu’ sebagai lawan dari sikap sombong, pada hakikatnya adalah sikap menerima kebenaran dan tidak meremehkan orang lain. Hal ini tergambarkan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
 “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Demikian juga para salaf ketika menjelaskan makna tawadhu’ tidaklah mereka keluar dari apa yang didefinisikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah ketika ditanya tentang makna tawadhu’ beliau menjawab, 

“Merendahkan diri terhadap kebenaran, tunduk kepadanya, dan menerimanya dari orang yang menyampaikannya.”

Dan dikatakan pula,

Tawadhu’ adalah engkau tidak melihat bahwa dirimu ini memiliki harga. Barangsiapa yang melihat bahwa dirinya memiliki harga maka dia tidaklah memiliki sifat tawadhu’.”

Al Junaid bin Muhammad rahimahullah berkata, “Tawadhu’ adalah merendahkan diri, bersikap lembut dan ramah.”

Abu Yazid Al Busthami rahimahullah mengatakan, “Tawadhu’ adalah seseorang tidak memandang bahwa dirinya memiliki kedudukan dan tidak melihat bahwa ada orang lain yang lebih jelek daripada dirinya.”

Ibnu Atha’ rahimahullah berkata, “Tawadhu’ adalah menerima kebenaran dari siapapun. Kemuliaan itu ada di dalam tawadhu’, barangsiapa yang mencari kemuliaan di dalam kesombongan maka seolah-olah dia mencari air di dalam api.”

Ibrahim bin Syaiban rahimahullah berkata, “Kemuliaan itu ada di dalam tawadhu’, kehormatan itu ada di dalam ketaqwaan, dan kebebasan itu ada di dalam qana’ah (sikap menerima).”

Ketawadhu’an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

 Meski beliau adalah utusan Allah yang memiliki keutamaan yang besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersikap tawadhu’ dan tinggi hati. Hal ini tergambar dalam tutur perilaku beliau.

‘Umar bin Al-Khattab bercerita tentang hadits ila’ (sumpah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap istri beliau dengan tidak mendatangi mereka selama sebulan. Beliau menjauhi istrinya di sebuah ruangan. Tatkala ‘Umar masuk kepada beliau di ruangan tersebut dan tidak didapatkan selain sebungkus makanan dari daun dan kulit serta gandum, beliau berbaring di atas tikar yang jalinannya membekas pada tubuh beliau sehingga Umar menangis. Maka beliau berkata, “Ada apa kamu?” ‘Umar mengatakan, “Wahai Rasulullah, engkau pilihan Allah dari makhluk-Nya, sedangkan pembesar Romawi dan Persia dalam kondisi yang mewah”. Maka beliau duduk dan memerah wajahnya dan bersabda, “Apakah engkau ragu wahai ‘Umar?” Kemudian beliau bersabda, “Mereka adalah kaum yang disegerakan bagi mereka kemewahan-kemewahan di dunia.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Al-Aswad bin Yazid An-Nakha’i rahimahullah berkata bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apa yang beliau perbuat di rumahnya. Maka beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ يَكُون في مِهْنَةِ أهْلِهِ – يعني : خِدمَة أهلِه – فإذا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ ، خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Beliau membantu kebutuhan-kebutuhan keluarganya dan jika datang waktu shalat, beliau berwudhu dan keluar menegakkan shalat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu pula,
أنَّهُ مَرَّ عَلَى صبيَانٍ ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ ، وقال : كَانَ النبيُّ – صلى الله عليه وسلم – يفعله
Bahwasanya beliau berjalan melalui anak-anak, kemudian ia memberikan salam kepada mereka ini dan berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga melakukan sedemikian.” (Muttafaq ‘alaih)

Wallahu ta’ala a’lam bisshawab.

Thursday, August 15, 2013

Inilah Umar. Khalifah agung



Cuaca di luar sangat panas terik. Ketika itu sahabat Nabi s.a.w., Saidina Uthman bin Affan r.a. sedang berehat di rumahnya. Dari jendela rumahnya dia dapat melihat seorang lelaki yang sudah berumur, berjalan terhoyong-hayang menutupi mukanya dari kepanasan dan debu yang berterbangan.

Saidina Uthman kehairanan. Siapakah lelaki yang sanggup berjalan di tengah panas itu sedangkan orang lain semuanya berteduh, di kala hari yang panas begitu terik sedemikian rupa. Pasti dia berada di dalam kesusahan. Lantas dia membuat andaian sendiri.


Kemudian, lelaki itu kelihatan memegang seekor lembu pada tali kekangnya. Saidina Uthman memanggil lelaki yang tidak dikenali dari jauh itu, supaya berteduh di rumahnya dari panas terik, selain ingin mengetahui siapakah gerangan lelaki tersebut.


Setelah lelaki itu tiba di halaman rumahnya, Saidina Uthman terperanjat kerana ternyata rupa-rupanya dia ialah Amirul Mukminin Khalifah Umar Al-Khattab. Saidina Uthman segera keluar dari rumahnya dan bertanya, “Engkau dari mana wahai Amirul Mukminin?”


Saidina Umar menjawab, “Sebagaimana yang engkau melihat, aku sedang mengheret lembu ini.”


“Siapakah pemiliknya?” Tanya Saidina Uthman dengan penuh kehairanan, bagi mendapatkan kepastian. Sebab biasanya Saidina Umar tidak begitu menghiraukan harta bendanya sendiri.


“Ini adalah kepunyaan anak-anak yatim yang telah terlepas dari kandangnya dan berlari di jalan. Aku telah mengejarnya sehinggalah aku dapat menangkapnya.”


Saidina Uthman bertanya lagi, “Tidak adakah orang lain yang boleh melakukan pekerjaan itu selain engkau, bukankah engkau seorang Khalifah?”


Saidina Umar menjawab dengan tegas, “Siapakah yang bersedia menebus dosaku di hari perhitungan kelak? Mahukah orang itu memikul tanggungjawabku di hadapan Allah? Kekuatan adalah amanah bukan kehormatan.”


Maka Khalifah Umar Al-Khattab pun meneruskan perjalanannya. Saidina Uthman hanya melihatnya pergi dengan air matanya jatuh berguguran membasahi pipi. “Engkau merupakan cermin sebagaimana seharusnya menjadi kewajipan seorang pemimpin negara dan merasa berat dirasakan oleh Khalifah selepasmu.”


Sedikit kesimpulan dari perkongsian cerita ini, pemimpin yang beriman sebegitu, merasa bimbang dan resah dengan jawatan dan amanah yang disandangnya kerana tanggungjawab itu sungguh berat. Berbeza sekali dengan manusia pada zaman ini yang mana mereka berlumba-lumba ingin mendapatkan jawatan, tanpa mengira ianya melobi atau rasuah, supaya dapat menggunakan kuasa dan wang yang ada padanya.

10 Actions to Improve your Link With Allah




As Muslims, we should recognize that the most important relationship we should have is our relationship with Allah . We shouldn’t cherish, value or place any other relationship above our relationship with Allah  nor should we compromise our link with Him for anything. However, sometimes we may feel that we are far away from Him or that we are not getting close to Him. So, how can we improve our link with our Creator?

The following steps are some effective means to improve your ink with Allah :

1. Purify your intentions: Try to do everything for the sake of Allah. This will keep you in check and will help you realize that you are here to worship, obey and please Him.

 “Good intentions are the most beautiful of secrets.” [Ali Ibn Abi Talib R.A]“

2. Do not miss a single Salah: Salah, being the second pillar of Islam holds a very high status in Islam and is one of the best ways to establish a link with Allah as it increases your remembrance of Him. Try your best to perform all your five prayers daily and on time.

 ”Hold on to your Salah, because if you lose that, you will lose everything else” [Umar Ibn Khattab RA]

3.  Read the Qur’an daily: Reading the Qur’an is like Allah’s talking to you. In addition, it boosts up your Iman especially if you read it with understanding.  Hence, try to maintain a daily relationship with the Qur’an even if it means reading a page daily.

Nothing heals the heart better than the speech of Allah (the Qur`ān), and reflecting upon its āyāt is the first step towards healing your heart [Salih  Al Maghmasy]

4. Engage in du’a: Du’a is an important act of worship and it is the most effective means of communicating with Allah. There is nothing like du’a. Call out to Him, cry to Him and ask of Him as only He can grant you what you need.

“Dua is the most uplifting, liberating, empowering, and transforming conversation a person can ever have.”

5. Be charitable: Give in charity, be it obligatory or voluntary as this will purify your wealth, purify you of your sins and help you gain the pleasure of Allah.

6. Increase in doing good deeds: Engage yourself in doing simple good deeds such as smiling at someone, helping others, visiting the sick, helping the elderly, being kind to the young, being compassionate and doing dhikr.

7. Seek forgiveness and repent: Try to engage in Istighfar on a daily basis as this is one of the most beloved acts to Allah. Also, turn to Allah in repentance frequently for Allah loves those who turn to Him in repentance.

 Allah, The Almighty says, “Surely Allah loves those who turn unto Him in repentance…” (Qur’an 2:222)

 8. Keep good company: Get closer to those who will remind you of Allah and help you stay away from prohibitions. This will be of major help to you as they will help you whenever you slip,  and  they will always keep reminding you of the purpose of your life and being with them will help you keep your behavior in check.

 9. Increase your knowledge about Islam: The more you know about Islam, the more you will understand it and this will help you get closer to Allah.

“With the acquiring of Islamic knowledge comes the great responsibility of implementing it and imparting it to others.”

10. Remember death: Remembering death often will keep you focused on the purpose of your life, i.e., worshiping Allah, which will eventually help you develop a solid link with your Creator.

“Remember death. It makes you a better person.”

Wednesday, August 14, 2013

Never lose hope in Allah




There is a major barrier that’s blocking many Muslims from getting closer to Allah and improving their relationship with Him. This barrier is losing hope in the mercy of Allah. Sometimes people think that Allah will never forgive them because of the multitude of their sins. As a result, they slacken in performing their acts of worship and some even abandon them as they lose hope in attaining the mercy of Allah. However, Allah, The Exalted has said:
 
“Say, ‘O My servants who have transgressed against themselves [by sinning], do not despair of the mercy of Allah. Indeed, Allah forgives all sins. Indeed, it is He who is the Forgiving, the Merciful.’” (Surah Az-Zumar, Ayah 53)”

What we need to understand is that no one is perfect and part of being imperfect is falling into errors, including committing sins. Because committing sins is a part of our design, that is why Allah’s most emphasized attribute is His Mercy. It is a fact that mankind will commit sins. The Prophet Muhammad (SAW) said, “All humans are sinners and the best sinners are those who repent much.” (Recorded in Abu Dawood)

It should also be noted that there are several stories in the Qur’an and Hadith about people who committed dreadful crimes and were forgiven when they repented and sought forgiveness from Allah.

So, what we must do is recognize that Allah is the Most Merciful. We cannot abandon Allah due to our sins because no one is exempt from committing sins. At the same time, we shouldn’t use Allah’s Mercy as an excuse to commit sins. However, we should always have hope in the fact that no matter what we do, or how massive our sins are, Allah will always forgive them if we turn to Him sincerely in repentance and try our best to please Him. It is because of His mercy He made us to sin so that we can turn to Him for forgiveness and get closer to Him. Hence, we should never lose hope in attaining His mercy.

Remember to repent and seek forgiveness before it is too late as we do not know the time of our departure from this world.

The Prophet (SAW) said, “Allah the Almighty said:

“O son of Adam, so long as you call upon Me and ask from Me, I shall pardon you for what you have done, and I wouldn’t care. O son of Adam, were your sins to reach the clouds of the sky and were you then to ask forgiveness of Me, I would forgive you. O son of Adam, were you to come to Me with sins nearly as great as the earth and were you then to face Me, ascribing no partner to Me, I would bring you forgiveness almost as great as it.’” (Tirmidhi)”

Tuesday, August 13, 2013

Alhamdulillah for this countless blessings !





Gratitude! At the mention of this word, all of us think of many incidents in our life where we have been grateful to someone for their help or even their presence in our life. Gratitude is one of the main factors in the life of a Muslim. Islam speaks highly of practising gratitude. Gratitude to Allah (glorified and exalted be He) holds high in its pedestal. There are simple things we can do to show our gratitude to our Creator for all that He has given us and continues to give us. Subhan Allah!

1. Make a habit of saying “Alhamdulillah”(all praise be to Allah) at every ease and hardship:

Suhaib reported that Allah’s Messenger (peace and blessings of Allāh be upon him) said:
“Strange are the ways of a believer for there is good in every affair of his and this is not the case with anyone else except in the case of a believer for if he has an occasion to feel delight, he thanks Allah, thus there is a good for him in it, and if he gets into trouble and shows resignation (endures into patiently), there is good for him in it.” [Sahih Muslim]
It is as simple as making dua to Allah (glorified and exalted be He) for things to go the right in your life. The only thing that Allah (glorified and exalted be He) asks in return is your gratitude to Him. Make it a habit to say “Alhamdulillah” at every good news or at every good turn in your life. Not to forget, be thankful to Allah (glorified and exalted be He) for saving you from any calamity also.
In seeking to thank Allah (glorified and exalted be He), not only do you please Him, but you are sure to receive success in return – in abundance. Do not forget, Allah (glorified and exalted be He) loves those who thank Him. Be grateful throughout your day. When you wake up in the morning, when you eat or drink, when you give charity and more so when you listen to the Holy Quran, always say ‘Alhamdulillah’.
As the Quran says,
“And remember when your Lord proclaimed, “If you are grateful, I will surely increase you in favour. But if you deny indeed, my punishment is severe.” [Quran: Chapter 14, Verse 7]

2. Prayers:

Prayers are the best form of showing your gratitude to Allah (glorified and exalted be He). Remembrance of Allah (glorified and exalted be He) at all times, especially during your prayers, is a form of showing gratitude. Pray on time, do not forget your obligatory prayers and if possible, make sunnah prayers as well. Remember to make dua in remembrance of Allah (glorified and exalted be He) and thank Him for all that he has bestowed upon you. Making dua for oneself and for others is characteristic of a true Muslim. A trait that Allah (glorified and exalted be He) himself loves to see in believers!
Try to develop traits of kindness, hospitality, lowering your tone of voice and personal hygiene. Mostly, He loves to see those who supplicate to him, not only at times of need, but also just because they remembered him. Only through steadfast prayer is it possible for a Muslim to be a true believer. Without prayer, he will find himself in a state of loss.
As Allah (glorified and exalted be He) says in the Holy Quran, ‘”Whoever does righteousness, whether male or female, while he is a believer-we will surely cause him to live a good life, and we will surely give them their reward (in the hereafter) according to the best of what they used to do.” [Quran: Chapter 16, Verse 97]
The reward for prayers is immense. Jannah becomes closer to you and all for just showing your sign of gratitude to Allah (glorified and exalted be He) for what he has done for you throughout your life.

3. Helping oneself through helping others:

Helping another person is a sign of a true Muslim. In this busy world, all of us get caught up in our daily activities that we tend to forget what we have and what others need. For example, when you see your classmate short of money to buy lunch, offer him/her to share your lunch or provide them with lunch for a day. You will not be at any loss! Allah (glorified and exalted be He) has a list of all your deeds and is waiting to reward you.
The Holy Quran says: “As for those who believed and did righteous deeds, for them will be the Gardens of refuge, as accommodation for what they used to do.” [Quran: Chapter 32, Verse 19]
There are many ways of helping others and doing good deeds.
Show your gratitude through charity. Allah (glorified and exalted be He) loves those believers who spend for His cause. Any form of spending for His cause, for Allah’s (glorified and exalted be He) pleasure alone, and you will surely be rewarded in abundance!
Carrying books for your professor, cleaning the house for your mother, opting to help someone cross the road, all these are small acts that you could start with.

4. Being good to others the same way you want them to be good to you:

We always complain of how some people mistreat us or bully us. But no matter what situation you are in, you should never forget to treat others with respect, dignity and equality. The more they mistreat you, chances are that you will want to react furiously to them. But remember Allah (glorified and exalted be He) in such situations. Is it worthy that a believer of Allah (glorified and exalted be He) fights with others? Is that what Ar-Rahman expects from us? The person on the other side might not worry about all this. But you will be answerable to the Almighty on the Day of Judgment and there won’t be a third person as a witness to support your argument. You will be answerable for your own actions.
It is reported on the authority of Abu Huraira (may Allāh be pleased with him) that the Messenger (peace and blessings of Allāh be upon him) observed, “He who believes in Allah and the Last Day does not harm his neighbor, and he who believes in Allah and the Last Day shows hospitality to his guest and he who believes in Allah and the Last Day speaks good or remains silent.” [Sahih Muslim]
So the more you stay away from such actions and thoughts, the more you are respecting Allah’s (glorified and exalted be He) words and that in turn is a form of showing gratitude to Our Lord for all that he has done for you. So think twice before you react. In fact, think thrice before you react.

5. Think good things, say good things:

The fact that we can think and speak is indeed a gift from Allah (glorified and exalted be He). Are you aware of the angels that guard you throughout your lives? The angels who are appointed by Allah (glorified and exalted be He) to write down your good and bad deeds?
“When the two receivers receive, seated on the right and on the left. Man does not utter any word except that with him is an observer prepared [to record].” [Quran: Chapter 50, Verse 17-18]
Be wary of what you say. Every thought, every word you speak, is written down and is presented on the Day of Judgement.
So try to bring yourself to think good thoughts, think good for others. Start with small thoughts. For example, when your friend receives some form of accolade, show appreciation for it. Try not to bicker about it. Try to be happy for the person and if possible, make a dua for success for the person in the future as well. If that is too hard, start with small steps, appreciate him/her and control your thought from being jealous of the other person. Try to make changes in your life by other small activities like cooking for your family, thanking your parents for all that they have given you, taking care of your younger siblings so your mother can rest for a while, cleaning the house, spending time with your grandparents etc.
These are all small acts we all could start within our lives, and it could benefit us in the long run through good practice of it in our daily life.
I’ll leave with a thought for all of you to ponder upon: if Allah (glorified and exalted be He) can give us everything we ask for, why is it so hard for us to be grateful. If not for Allah(glorified and exalted be He), who else do we do all this for?

-productivemuslim.com

Monday, December 17, 2012

Imam Syafie



Imam Syafie
bernama Muhammad bin Idris. Salasilah keturunan beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafie bin Saib bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Mutalib bin Abdul Manaf. Keturunan beliau bertemu dengan keturunan Nabi Muhammad SAW pada datuk Nabi Muhammad yang ketiga iaitu Abdul Manaf.

Beliau dilahirkan di Ghuzah nama sebuah kampung yang termasuk daerah Palestin, pada bulan Rejab 150 H atau 767 Masehi. Tempat asal ayah dan bonda beliau ialah di Kota Makkah. Imam Syafie lahir di Palestin kerana ketika itu bondanya pergi ke daerah itu demi keperluan penting. Namun di dalam perjalanan menuju Palestin tersebut ayahnya meninggal dunia, sementara Imam Syafie masih dalam kandungan ibunya. Setelah berumur dua tahun baru Imam Syafie dan ibunya kembali ke Kota Makkah.

Ketika berumur 9 tahun beliau telah hafal Al-Quran 30 juz. Umur 19 tahun telah mengerti isi kitab Al-Muwatha’, karangan Imam Malik, tidak lama kemudian Al-Muwatha’ telah dihafalnya. Kitab Al-Muwatha’ tersebut berisi hadith-hadith Rasulullah SAW, yang dihimpun oleh Imam Malik.

Kerana kecerdasannya pada umur 15 tahun beliau telah diizinkan memberi fatwa di hadapan masyarakat dan menjawat sebagai guru besar ilmu hadith serta menjadi mufti dalam Masjidil Haram di Makkah.

Ketika berumur 20 tahun beliau pergi belajar ke tempat Imam Malik di Madinah, setelah itu beliau ke Irak, Parsi dan akhirnya kembali ke Madinah. Dalam usia 29 tahun beliau pergi ke Yaman untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Tentang ketaatan beliau dalam beribadah kepada Allah diceritakan bahawa setiap malam beliau membagi malam itu kepada tiga bahagian. Sepertiga malam beliau gunakan kewajipan sebagai manusia yang mempunyai keluarga, sepertiga malam untuk solat dan zikir dan sepertiga lagi untuk tidur.

Ketika Imam Syafie di Yaman, beliau diangkat menjadi setiausaha dan penulis istimewa Gabenor di Yaman, sekaligus menjadi guru besar di sana. Kerana beliau termasuk orang pendatang, secara tiba-tiba memangku jawatan yang tinggi, maka ramai orang yang memfitnah beliau.

Ahli sejarah telah menceritakan bahawa waktu sultan Harun Ar-Rasyid sedang marah terhadap kaum Syiah, sebab golongan tersebut berusaha untuk meruntuhkan kekuasaan Abbasiyah, mereka berhasrat mendirikan sebuah kerajaan Alawiyah iaitu keturunan Saidina Ali bin Abi Talib. Kerana itu di mana kaum Syiah berada mereka diburu dan dibunuh.

Suatu hari datang surat baginda Sultan dari Baghdad. Dalam surat yang ditujukan kepada Wali negeri itu diberitahukan supaya semua kaum Syiah ditangkap. Untuk pertama kali yang paling penting adalah para pemimpinnya, jika pekerjaan penangkapan telah selesai semua mereka akan dikirimkan ke Baghdad. Semuanya harus dibelenggu dan dirantai. Imam Syafie juga ditangkap, sebab di dalam surat tersebut bahawa Imam Syafie termasuk dalam senarai para pemimpin Syiah.

Ketika peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan, Imam Syafie dibawa ke Baghdad dengan dirantai kedua belah tangannya. Dalam keadaan dibelenggu itu para tahanan disuruh berjalan kaki mulai dari Arab Selatan (Yaman) sampai ke Arab Utara (Baghdad), yang menempuh perjalanan selama dua bulan. Sampai di Baghdad belenggu belum dibuka, yang menyebabkan darah-darah hitam melekat pada rantai-rantai yang mengikat tangan mereka.

Pada suatu malam pengadilan pun dimulai. Para tahanan satu persatu masuk ke dalam bilik pemeriksaan. Setelah mereka ditanya dengan beberapa kalimat, mereka dibunuh dengan memenggal leher tahanan tersebut. Supaya darah yang keluar dari leher yang dipotong itu tidak berserak ia dialas dengan kulit binatang yang diberi nama dengan natha’.

Imam Syafie dalam keadaan tenang menunggu giliran, dengan memohon keadilan kepada Allah SWT. Kemudian beliau dipanggil ke hadapan baginda Sultan. Imam Syafie menyerahkan segalanya hanya kepada Allah SWT. Dengan keadaan merangkak kerana kedua belah kaki beliau diikat dengan rantai, Imam Syafie mengadap Sultan. Semua para pembesar memperhatikan beliau.

“Assalamualaika, ya Amirul Mukminin wabarakatuh.”

Demikian ucapan salam beliau kepada baginda dengan tidak disempurnakan iaitu “Warahmatullah.”
“Wa alaikassalam warahmatullah wabarakatuh.” Jawab baginda. Kemudian baginda bertanya: “Mengapa engkau mengucap salam dengan ucapan yang tidak diperintahkan oleh sunnah, dan mengapa engkau berani berkata-kata dalam majlis ini sebelum mendapat izin dari saya?”

Imam Syafie menjawab: “Tidak saya ucapkan kata “Warahmatullah” kerana rahmat Allah itu terletak dalam hati baginda sendiri.” Mendengar kata-kata itu hati baginda jadi lembut. Kemudian Imam Syafie membaca surah An-Nur ayat 55 yang bermaksud:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sesungguhnya Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.”

Setelah membaca ayat di atas kemudian Imam Syafie berkata: “Demikianlah Allah telah menepati janjiNya, kerana sekarang baginda telah menjadi khalifah, jawapan salam baginda tadi membuat hati saya menjadi aman.” Hati baginda menjadi bertambah lembut.

Baginda Harun ar Rashid bertanya kembali: “Kenapa engkau menyebarkan faham Syiah, dan apa alasanmu untuk menolak tuduhan atas dirimu.”

“Saya tidak dapat menjawab pertanyaan baginda dengan baik bila saya masih dirantai begini, jika belenggu ini dibuka Insya-Allah saya akan menjawab dengan sempurna. Lalu baginda memerintahkan kepada pengawal untuk membukakan belenggu yang mengikat lmam Syafie itu.

Setelah rantai yang membelenggu kedua kaki dan tangannya itu dibuka, maka Imam Syafie duduk dengan baik kemudian membaca surah Hujarat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq yang membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

“Ya Amirul Mukminin, sesungguhnya berita yang sampai kepada baginda itu adalah dusta belaka. Sesungguhnya saya ini menjaga kehormatan Islam. Dan bagindalah yang berhak memegang adab kitab Allah kerana baginda adalah putera bapa saudara Rasulullah SAW iaitu Abbas. Kita sama-sama menghormati keluarga Rasulullah. Maka kalau saya dituduh Syiah kerana saya sayang dan cinta kepada Rasulullah dan keluarganya, maka demi Allah, biarlah umat Islam sedunia ini menyaksikan bahawa saya adalah Syiah. Dan tuan-tuan sendiri tentunya sayang dan cinta kepada keluarga Rasulullah.” Demikian jawab Imam Syafie.


Baginda Harun ar Rasyid pun menekurkan kepalanya kemudian ia berkata kepada Imam Syafie: “Mulai hari ini bergembiralah engkau agar lenyaplah perselisihan antara kami dengan kamu, kerana kami harus memelihara dan menghormati pengetahuanmu wahai Imam Syafie.”

Demikianlah kehidupan Imam Syafie sebagai ulama besar, yang tidak lepas dari berbagai cubaan serta seksaan dari pihak yang tak mengerti akan hakikat kebenaran yang sesungguhnya. Hanya ketabahan dan keimanan serta pengetahuanlah yang dapat menghadapi setiap cubaan itu sebagai suatu ujian dari Allah SWT yang harus kita hadapi.

Sunday, December 16, 2012

Tazkirah Pendek : Syurga



Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Syurga. Dalam Al Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Syurga.

"(Apakah) perumpamaan (penghuni) Syurga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lazat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?" (Muhammad : 15)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah SWT kelak akan mendapatkan pendamping (isteri) dari bidadari-bidadari Syurga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur'an yang mulia, di antaranya :

"Dan (di dalam Syurga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik." (Al Waqiah : 22-23)

"Dan di dalam Syurga-Syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Syurga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (Ar Rahman : 56)

"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (Ar Rahman : 58)

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya." (Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Syurga dalam sabda beliau :

" ... seandainya salah seorang wanita penduduk Syurga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Syurga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadith lain Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya isteri-isteri penduduk Syurga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Di antara yang didendangkan oleh mereka : "Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Isteri-isteri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan." Dan mereka juga mendendangkan : "Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi." (Shahih Al Jami' nombor 1557)

Popular Posts

Syamim. Powered by Blogger.